
Ilustrasi - Siapa Tan Malaka? Inilah Alasan Ia Disebut Bapak Republik Indonesia (Foto: Kitlv/Historia)
Jakarta, Jurnas.com - Nama Tan Malaka memang tak sepopuler Soekarno atau Hatta dalam pelajaran sejarah sekolah atau sejarah Indonesia. Namun, pria kelahiran Sumatera Barat ini memiliki kontribusi penting yang membuatnya dijuluki sebagai Bapak Republik Indonesia.
Julukan tersebut bukan tanpa alasan. Tan Malaka merupakan tokoh pertama yang secara tertulis menggagas ide Negara Kesatuan Republik Indonesia, jauh sebelum kemerdekaan dikumandangkan.
Gagasannya terangkum dalam buku Naar de Republiek Indonesia yang ditulis pada 1925. Dalam buku itu, Tan Malaka menyampaikan konsep republik sebagai bentuk pemerintahan merdeka dari penjajahan Belanda.
Pemikiran tersebut melampaui zamannya, ketika sebagian besar tokoh nasional masih memperjuangkan otonomi terbatas dalam kerangka kolonial. Tan Malaka justru berbicara tentang kedaulatan penuh dan pemerintahan yang berpihak kepada rakyat.
Dikutip dari berbagai sumber, Tan Malaka lahir pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Sumatera Barat, dengan nama asli Sutan Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka. Sejak kecil, ia dikenal gemar membaca, mempelajari agama, dan menekuni pencak silat.
Apa Makna Kemerdekaan dalam Perspektif Al-Quran?
Pendidikan formalnya dimulai di Kweekschool (sekolah guru) di Fort de Kock. Pada 1913, ia melanjutkan studi ke Rijkskweekschool di Belanda, tempat ia mulai mengenal dan mempelajari sosialisme serta komunisme.
Selama di Eropa, Tan Malaka banyak membaca karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin. Pengaruh pemikiran kiri ini membentuk pandangan kritisnya terhadap kolonialisme dan kapitalisme.
Setelah kembali ke Indonesia, ia mengajar anak-anak kuli perkebunan teh di Sanembah, Sumatera Utara. Pengalaman itu membuka matanya terhadap penderitaan kaum pribumi dan ketimpangan sosial akibat penjajahan.
Tulisan pertamanya yang mencolok berjudul Tanah Orang Miskin, diterbitkan pada 1920 di Het Vrije Woord. Ia juga aktif dalam organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging), cikal bakal Partai Komunis Indonesia.
Namun perjuangannya membuat ia diburu oleh pemerintah kolonial. Tan Malaka kerap berpindah negara dan hidup dalam pelarian, bahkan harus menyamar untuk menghindari penangkapan.
Meskipun demikian, pemikirannya tetap berpengaruh dan menyebar luas di kalangan pergerakan nasional. Konsep republik yang ia usung menjadi pijakan ideologis bagi kemerdekaan Indonesia di tahun-tahun berikutnya.
Tan Malaka wafat secara tragis pada Februari 1949 di Kediri, Jawa Timur. Ia disebut dieksekusi oleh aparat militer tanpa proses hukum, dan makamnya baru ditemukan puluhan tahun kemudian.
Peneliti Belanda Harry A. Poeze menemukan makamnya di kaki Gunung Wilis, Kediri, dan menyebutnya sebagai tokoh yang layak disebut Bapak Republik Indonesia. Gelar ini merujuk pada peran intelektual dan ideologisnya dalam membentuk cita-cita kemerdekaan.
Sebagai bentuk pengakuan resmi, pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1963. Namun warisan pemikiran Tan Malaka jauh melampaui gelar formal—ia adalah simbol keberanian berpikir merdeka.
Di tengah arus sejarah yang sering dikendalikan oleh narasi dominan, Tan Malaka hadir sebagai figur yang tak mudah dikotakkan. Ia adalah pengingat bahwa republik ini dibangun tidak hanya dengan senjata, tapi juga dengan ide. (*)
KEYWORD :Tan Malaka Republik Indonesia Kemerdekaan Sejarah Pahlawan Nasional