
Ilustrasi - Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia (Foto:RRI)
Jakarta, Jurnas.com - Kemerdekaan bukan hanya milik sejarah perjuangan fisik melawan penjajahan. Dalam Islam, kemerdekaan adalah nilai fundamental yang mengakar dalam ajaran Al-Qur’an dan tradisi kenabian.
Secara bahasa, istilah kemerdekaan dalam Arab dikenal dengan al-istiqlal, yang menjadi padanan untuk independensi. Hari kemerdekaan pun kerap disebut sebagai ‘ied al-istiqlal. Namun dalam konteks spiritual dan sosial, Al-Qur’an dan para ulama menggunakan istilah lain yang lebih filosofis: al-hurriyah.
KBBI mendefinisikan kemerdekaan sebagai keadaan bebas, tidak terjajah, dan berdiri sendiri. Sedangkan dalam tradisi Islam, menurut Ibnu ‘Asyur dalam Maqasid al-Syari’ah al-Islamiyah, dikutip laman Majelis Ulama Indonesia, hurriyah mencakup dua makna utama: bebas dari perbudakan, serta kebebasan batin untuk mengatur hidup tanpa tekanan dari pihak mana pun.
Dari sudut pandang syariat, kebebasan bukanlah kebebasan absolut tanpa batas. Islam membingkai kemerdekaan dengan tanggung jawab. Ibnu ‘Asyur merinci bentuk kebebasan ideal: kebebasan berkeyakinan (hurriyyah al-i’tiqad), berpendapat (hurriyyah al-aqwal), belajar dan mengajar (hurriyyah al-‘ilmi wa al-ta’lim), serta kebebasan bekerja (hurriyyah al-a’mal).
Meski kata kemerdekaan tidak disebut secara literal dalam Al-Qur’an, maknanya hadir kuat melalui berbagai kisah kenabian. Kisah Nabi Ibrahim dalam Surah Al-An’am ayat 76–79 menggambarkan perjuangan spiritual membebaskan diri dari keyakinan nenek moyangnya yang menyembah berhala. Kemerdekaan, dalam konteks ini, adalah keberanian memilih jalan kebenaran meski harus melawan arus tradisi.
Makna serupa juga terlihat dalam kisah Nabi Musa yang membebaskan Bani Israil dari penindasan Fir’aun. Beberapa ayat seperti QS Al-Baqarah: 49 dan Ibrahim: 6, menampilkan penindasan sebagai bentuk penjajahan yang tak hanya fisik, tetapi juga psikologis. Kemerdekaan di sini bukan sekadar pembebasan, tetapi penyelamatan martabat manusia.
Kemerdekaan juga ditegaskan dalam misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an menggambarkan kondisi masyarakat Arab pra-Islam sebagai bangsa yang terjajah dalam tiga sisi: spiritual (QS Luqman: 13), ekonomi (QS Al-Humazah: 1–4), dan sosial (QS Al-Hujurat: 13). Islam datang sebagai jawaban, membebaskan manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia dan mengembalikan mereka kepada fitrah sebagai hamba Allah yang merdeka.
Gelar FUN Chess FISIP UI Bersaudara, Boni Hargens Siap Perkuat ILUNI Jadi Advokasi Kebijakan
Pesan kemerdekaan itu semakin nyata dalam khutbah Haji Wada’ Nabi Muhammad SAW. Dalam sabdanya yang diriwayatkan Bukhari, Rasul menegaskan keharaman darah, harta, dan kehormatan sesama Muslim, sebagai bentuk jaminan atas keamanan dan hak hidup yang merdeka.
Dari seluruh uraian ini, kemerdekaan dalam pandangan Islam bukanlah tujuan akhir, tetapi jalan menuju keadilan dan keseimbangan hidup. Bebas bukan berarti tanpa arah; melainkan bebas untuk tunduk kepada kebenaran dan menolak segala bentuk kezaliman.
Dalam konteks Indonesia hari ini, peringatan kemerdekaan bisa menjadi momen refleksi mendalam. Apakah kita benar-benar merdeka? Ataukah masih terjajah oleh ketimpangan, korupsi, kemiskinan, atau ketakutan menyuarakan kebenaran?
Al-Qur’an dan sunnah tidak sekadar menyeru untuk bebas, tetapi juga mengajarkan bagaimana menggunakan kemerdekaan itu untuk menegakkan keadilan. Dan itu adalah tugas setiap generasi yang mengaku mencintai kemerdekaan. (*)
Wallohu`alam
KEYWORD :Kemerdekaan Al-Quran Arti kemenrdekaan Hari kemerdekaan