
Kepadatan arus lalu lintas di jalur menuju kawasan wisata Puncak. (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Hiruk-pikuk kota, termasuk bising lalu lintas mungkin terdengar biasa saja bagi telinga yang sudah terbiasa. Namun di balik deru kendaraan, suara klakson, dan getaran jalanan, tersembunyi ancaman serius bagi kesehatan mental.
Sebuah studi baru mengungkap bahwa paparan kebisingan lalu lintas dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko depresi dan kecemasan, terutama pada anak-anak dan remaja.
Ketika Suara Jadi Pemicu Stres Mental
Penelitian ini dilakukan oleh para ilmuwan dari University of Oulu, Finlandia, dan dipublikasikan di Environmental Research. Ini adalah studi pertama yang meneliti dampak kebisingan lalu lintas terhadap kesehatan mental pada lebih dari 114.000 anak dan remaja dalam periode hingga 10 tahun.
Hasilnya menunjukkan, risiko gangguan mental meningkat drastis ketika tingkat kebisingan di rumah melebihi 53 desibel—angka yang melampaui batas aman dari WHO. Setiap kenaikan 10 dB di sisi rumah yang paling bising berkaitan dengan peningkatan 5% risiko depresi dan 4% kecemasan.
Menurut peneliti utama, Dr. Anna Pulakka, kebisingan di atas 53 dB telah menjadi stresor psikologis yang signifikan, bahkan ketika seseorang tinggal di sisi rumah yang lebih tenang.
Bukan Sekadar Gangguan Tidur
Selama ini, kebisingan identik dengan gangguan tidur. Namun studi ini membuktikan dampaknya jauh lebih luas. Paparan suara keras terus-menerus bisa memicu respons stres dalam tubuh, mengganggu fungsi otak, dan melemahkan regulasi emosi.
Dampaknya paling parah terlihat pada malam hari. Kebisingan saat tidur berkorelasi kuat dengan risiko depresi, sementara kecemasan paling tinggi dialami mereka yang tinggal di area dengan tingkat suara 60–65 dB—yang juga kerap memiliki tantangan sosial dan lingkungan lainnya.
Tidak Bisa Diabaikan: Bising Lebih dari Sekadar Gangguan
Kebisingan dari lalu lintas kini diakui sebagai ancaman kesehatan lingkungan terbesar kedua di Eropa, setelah polusi udara. Tapi berbeda dengan polusi, kebisingan sering diabaikan karena tidak terlihat dan tidak selalu langsung terasa.
Yang mengejutkan, efek buruk dari kebisingan tetap signifikan meski telah dikontrol dengan faktor lain seperti kualitas udara atau akses terhadap ruang hijau. Artinya, suara bising itu sendiri berdampak langsung pada kondisi mental.
Langkah Kecil, Dampak Besar
Para peneliti menyarankan berbagai solusi sederhana tapi efektif: mendesain kamar tidur di sisi bangunan yang lebih tenang, menggunakan ban kendaraan yang lebih senyap, hingga menurunkan batas kecepatan lalu lintas di pemukiman.
Bagi pemerintah kota dan perencana tata ruang, studi ini bisa jadi alarm untuk mulai memikirkan ulang desain perkotaan yang lebih ramah jiwa.
“Karena kebisingan lalu lintas bisa dikendalikan, maka ini adalah peluang nyata untuk pencegahan masalah mental sejak dini,” ujar Yiyan He, penulis utama studi ini.
Dengan sekitar 1 dari 10 anak muda dalam studi ini telah didiagnosis depresi atau kecemasan sebelum usia 30, masalah ini bukan lagi soal kenyamanan semata, tapi soal masa depan kesehatan mental generasi mendatang. (*)
Sumber: Earth
KEYWORD :Kesehatan Mental bising lalu lintas Risiko gangguan mental