Kamis, 14/08/2025 00:13 WIB

Demokrasi Indonesia Harus Kembali ke Nilai-nilai Musyawarah

Demokrasi itu bukan hanya soal prosedur. Ia adalah wadah musyawarah untuk mencapai mufakat, seperti yang terkandung dalam sila keempat Pancasila. Prinsip ini harus kita hidupkan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Anggota MPR dari unsur DPD, Lia Istifhama. (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota MPR RI dari unsur DPD, Lia Istifhama, menegaskan bahwa demokrasi di Indonesia tak boleh hanya dipahami sebagai rutinitas lima tahunan berupa pemilu.

Menurut senator asal Jawa Timur ini, demokrasi harus dimaknai sebagai ruang musyawarah yang hidup, sebagaimana diamanatkan dalam nilai-nilai Pancasila.

Pernyataan tersebut disampaikan Lia saat menjadi pembicara dalam diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/8).

"Demokrasi itu bukan hanya soal prosedur. Ia adalah wadah musyawarah untuk mencapai mufakat, seperti yang terkandung dalam sila keempat Pancasila. Prinsip ini harus kita hidupkan kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Lia.

Lebih lanjut, Lia menyoroti pentingnya hubungan emosional antara pemimpin dan rakyat. Ia menilai respons cepat Presiden Prabowo terhadap berbagai persoalan publik merupakan contoh nyata dari terbangunnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat.

"Kedekatan pemimpin dengan rakyat itu penting. Ketika aspirasi masyarakat ditanggapi secara cepat dan tepat, itu bukan sekadar pencitraan, tapi bagian dari membangun kepercayaan publik dalam demokrasi," tegasnya.

Lia juga mengutip teori Ibnu Khaldun mengenai siklus peradaban. Ia mengingatkan bahwa ketimpangan sosial dan perasaan eksklusivitas dapat mengarah pada disintegrasi bangsa.

"Jika ada kelompok yang merasa terlalu diistimewakan sementara yang lain terpinggirkan, ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial yang berujung pada keretakan persatuan. Maka, partisipasi publik dalam proses politik harus terus dijaga dan diperluas," jelasnya.

Menanggapi wacana penguatan kembali peran MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, Lia menyatakan bahwa hal tersebut bukan semata soal kekuasaan, melainkan upaya menjaga arah pembangunan nasional agar tetap sesuai dengan konstitusi.

"Ini bukan ambisi politik. Kalau rakyat sepakat, maka penguatan peran MPR bisa menjadi konsensus nasional yang sah, baik secara hukum maupun etika," kata Lia.

Tak hanya itu, ia juga menyinggung pentingnya edukasi konstitusi bagi generasi muda. Istilah seperti Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), menurutnya, sudah mulai asing di telinga generasi sekarang.

"Banyak anak muda yang bahkan belum pernah mendengar istilah PPHN. Padahal itu penting untuk memahami arah pembangunan jangka panjang negara. Kita harus mulai memperkenalkan kembali konsep-konsep ini," tambahnya.

Di akhir paparannya, Lia menegaskan bahwa otonomi daerah harus berjalan secara adil dan merata, tidak sekadar menjadi jargon.

"Otonomi daerah harus benar-benar terasa manfaatnya oleh masyarakat. Jangan sampai hanya terlihat baik di atas kertas, tapi kenyataannya masih banyak ketimpangan. Anak muda juga harus dilibatkan aktif dalam proses ini. Mereka adalah bagian penting dari masa depan demokrasi kita," tutupnya.

 

 

 

KEYWORD :

Warta MPR anggota DPD Jawa Timur demokrasi Lia Istifhama musyawarah




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :