
Direktur Divisi Pendidikan dan Pembangunan Regional Article 33 Indonesia, Santoso (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Lembaga riset dan advokasi pendidikan, Article 33 Indonesia, menyerukan agar pemerintah bersama DPR RI mencermati penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), yang bakal menggabungkan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU Pendidikan Tinggi.
Direktur Divisi Pendidikan dan Pembangunan Regional Article 33 Indonesia, Santoso, menyampaikan beberapa poin yang mesti dicermati dalam penyusunan ini di antaranya anggaran pendidikan yang ditetapkan sebesar 20 persen.
Menurut Santoso, selama ini tidak ada definisi yang jelas terkait implementasi 20 persen anggaran pendidikan. Sebelumnya, diyakini bahwa persentase itu masing-masing menjadi kewajiban pemerintah pusat melalui APBN dan pemerintah daerah melalui APBD.
"Tapi setelah gugatan, MK (Mahkamah Konstitusi) merevisi itu. 20 persen dari pusat, kemudian 20 persen daerah diambil dari transfer pusat," kata Santoso dalam kegiatan `Diskusi dan Media Briefing RUU Sisdiknas` bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadik) di Jakarta pada Selasa (12/8).
Selain definisi lebih mendalam mengenai penggunaan 20 persen anggaran pendidikan, Santoso menilai pemerintah dan DPR juga perlu melakukan penataan ulang organisasi satuan pendidikan.
Dikatakan, saat ini ada banyak satuan pendidikan yang tidak masuk dalam kategori jalur atau jenjang pendidikan tertentu. Salah satunya TK/PAUD, yang belum dianggap jenjang pendidikan.
"PAUD bukan jenjang, makanya menyebutnya satuan pendidikan PAUD. Dia dianggap bukan sekolah, karena sekolah dimulai dari SD. Sekarang ada macam-macam. Ada sekolah alam. Sekolah internasional itu sekolah apa, itu tidak jelas pengaturannya," ujar dia.
Ketidakjelasan ini, lanjut Santoso, menimbulkan kebingungan ketika satuan pendidikan tersebut mengurus perizinan. Sebagian besar PAUD yang juga menyediakan tempat penitipan anak (TPA), kerap kali kebingungan saat menentukan izin lembaga atau izin layanan.
"Kami mengusulkan pendefinisian. Jadi, jalur dan jenjang perlu didefinisikan sebelum diatur. Karena kalau tidak, diinterpretasikan sesuai rezimnya," dia menambahkan.
Perdebatan tak kalah sengit juga muncul dalam istilah pendidikan informal, pendidikan yang lahir dari masyarakat atau sekelompok orang yang membuat suatu proses pembelajaran tanpa kurikulum resmi pemerintah.
Santoso menyebut negara tidak perlu mengatur terlalu jauh hingga ke jalur pendidikan informal, mengingat beragamnya pendidikan informal yang ada di tengah masyarakat, mulai dari majelis taklim hingga kelas-kelas parenting.
"Di klausul sekarang, kata-katanya adalah pendidikan informal. Setelah ditelusuri di dokumen internasional, tidak ada pendidikan informal. Yang ada ialah pembelajaran informal. Apakah pemerintah perlu mengatur? Di beberapa negara, pemerintah tidak mengatur," kata dia.
KEYWORD :RUU Sisdiknas Article 33 Indonesia Anggaran Pendidikan