
Gambar secangkir kopi (Foto: Pexels/Rodolfo QuirĂ³s)
Jakarta, Jurnas.com - Kebiasaan menikmati kopi larut malam kini mendapat sorotan baru dari dunia sains. Sebuah studi dari University of Texas at El Paso (UTEP) mengungkap bahwa kafein yang dikonsumsi setelah matahari terbenam dapat memicu perilaku impulsif.
Penelitian ini menyoroti bagaimana waktu konsumsi kafein, bukan hanya dosisnya, bisa mengubah cara otak mengambil keputusan. Dilansir dari Earth, efek ini terpantau jelas lewat eksperimen menggunakan lalat buah sebagai model biologis.
Para peneliti menemukan bahwa lalat yang diberi kafein di malam hari justru bereaksi nekat saat dihadapkan pada rangsangan mengejutkan. Mereka terus terbang alih-alih berhenti, sebuah respons yang mencerminkan impulsivitas.
Sebaliknya, lalat yang mendapat kafein pada siang hari tidak menunjukkan perubahan perilaku serupa. Ini menunjukkan bahwa dampak kafein sangat dipengaruhi oleh ritme biologis, bukan semata jumlah yang dikonsumsi.
Lalat buah dipilih karena punya banyak kesamaan genetik dengan manusia, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Mereka juga memiliki pola aktivitas harian yang serupa dengan manusia, menjadikannya model yang efektif untuk studi perilaku.
Lebih jauh, studi ini juga menguatkan temuan sebelumnya bahwa kafein dapat menggeser jam biologis tubuh. Konsumsi kafein di malam hari terbukti menunda pelepasan melatonin, hormon penting yang mengatur tidur.
Perubahan ritme ini berdampak langsung pada kontrol diri, terutama saat tubuh seharusnya bersiap untuk beristirahat. Akibatnya, sistem penghambat di otak menjadi lebih lemah dan keputusan diambil secara terburu-buru.
Secara biologis, efek ini terkait erat dengan peningkatan aktivitas dopamin, zat kimia otak yang berperan dalam motivasi dan penghargaan. Ketika sinyal dopamin meningkat pada malam hari, otak cenderung melonggarkan rem terhadap tindakan berisiko.
Tim UTEP membuktikan hal ini dengan menonaktifkan bagian otak lalat yang bertanggung jawab terhadap reseptor dopamin. Hasilnya, perilaku impulsif yang biasanya muncul akibat kafein malam hari tidak terjadi.
Temuan ini diperkuat oleh fakta bahwa lalat betina merespons kafein dengan reaksi lebih ekstrem dibanding jantan, meski kadar kafeinnya sama. Para peneliti menduga ada faktor genetik atau fisiologis lain di balik respons tersebut.
Fenomena serupa juga ditemukan pada manusia, di mana perempuan dilaporkan lebih sering mengalami kecemasan usai minum kopi, sementara laki-laki lebih cenderung merasakan efek menyegarkan. Ini memberi petunjuk bahwa respons terhadap kafein bisa dipengaruhi oleh jenis kelamin.
Meskipun studi ini dilakukan pada lalat, implikasinya patut dipertimbangkan oleh pekerja malam seperti perawat atau sopir truk yang mengandalkan kopi untuk tetap terjaga. Kewaspadaan yang dibayar dengan impulsivitas bisa membawa risiko lebih besar di lapangan.
Apalagi, studi sebelumnya sudah menunjukkan bahwa kurang tidur saja sudah cukup untuk mengganggu pengambilan keputusan. Jika ditambah kafein, risiko membuat keputusan ceroboh bisa meningkat tajam.
Peneliti menyarankan agar konsumsi kafein dihentikan setidaknya enam jam sebelum waktu tidur. Sebagai alternatif, strategi lain seperti pencahayaan terang, aktivitas fisik ringan, atau tidur singkat bisa membantu menjaga kewaspadaan tanpa efek samping serupa.
Ke depan, tim UTEP berencana meneliti lebih jauh bagaimana cara kerja molekul di otak yang membuat tubuh lebih sensitif terhadap kafein di malam hari. Mereka juga ingin mengetahui apakah dosis lebih kecil bisa mengurangi efek negatif ini.
Sementara itu, pesan dari studi ini cukup jelas: jika ingin tetap fokus dan terkendali, lebih baik nikmati kopi di pagi hari dan pilih air putih di malam hari. Mengatur waktu minum kopi bisa jadi kunci menjaga kualitas keputusan sepanjang hari. (*)
KEYWORD :Kopi Ngopi di Malam Hari Efek samping kopi Tindakan impulsif