
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu memberikan keterangan.
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Direktur Utama PT Hutama Karya Bintang Perbowo dan Kepala Divisi Pengembangan Bisnis dan Investasi sekaligus Ketua Tim Pengadaan Lahan M. Rizal Sutjipto.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar jalan Tol Trans Sumatera (JTSS) Tahun Anggaran 2018-2020. PT Hutama Karya merupakan pelaksana proyek tersebut.
Penahanan dilakukan selama 20 hari pertama setelah penyidik memeriksa keduanya sebagai tersangka. Mereka akan mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Gedung Merah Putih
“KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada kedua tersangka untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 6 sampai dengan 25 Agustus 2025,” kata Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 6 Agustus 2025.
Dalam perkara ini, KPK juga menetapkan Iskandar Zulkarnaen selaku Pemilik PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) sebagai teraangka dan tersangka korporasi PT STJ. Namun, penyidikannya dihentikan lantaran Iskandar meninggal dunia.
Setelah lima hari diangkat menjadi Direktur Utama PT Hutama Karya pada April 2018, Bintang disebut langsung melakukan rapat direksi yang salah satunya memutuskan siasat pembelian lahan-lahan di sekitar JTTS.
Selanjutnya Bintang memperkenalkan temannya yang bernama Iskandar kepada direksi perusahaan untuk menyampaikan kepemilikan lahan tersangka Iskandar di Bakauheni.
Kemudian, Bintang meminta Iskandar untuk membuat penawaran lahan tersebut kepada PT Hutama Karya. Bintang juga meminta agar Iskandar mengusahakan perluasan lahannya dengan membeli lahan dari masyarakat sekitar, sehingga nantinya PT Hutama Karya dapat langsung melakukan pembelian lahan kepada Iskandar atau PT STJ.
“Tersangka BP (Bintang Perbowo) meminta Tersangka RS (Rizal Sutjipto) sebagai Ketua Tim Pengadaan Lahan agar segera melakukan pembelian tanah kepada tersangka IZ [Iskandar Zulkarnaen] karena tanah tersebut mengandung batu andesit yang bisa dijual,” tutur Asep.
Kemudian, pada September 2018, PT Hutama Karya melakukan pembayaran tahap I atas lahan Bakauheni sekitar Rp24,6 miliar.
“Bahwa dalam tahapan tersebut, KPK menemukan sejumlah penyimpangan yang dilakukan PT HK,” kata Asep.
Penyimpangan dimaksud yaitu PT Hutama Karya melakukan pengadaan lahan yang tidak direncanakan dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun 2018.
Lalu dokumen risalah rapat direksi yang menjadi dasar rencana pengadaan lahan JTSS dibuat tanggal mundur atau backdate. Selain itu, kegiatan rapat yang dimaksud sebenarnya tidak pernah terjadi.
Asep menyebut PT Hutama Karya tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) pengadaan lahan. Perusahaan negara ini juga tidak menunjuk Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk melakukan valuasi lahan.
PT Hutama Karya disebut tidak memiliki rencana bisnis atas tanah tersebut; serta penyimpangan-penyimpangan lainnya.
“Bahwa hingga tahun 2020 PT HK telah melakukan pembayaran lahan Bakauheni dan Kalianda kepada PT STJ senilai total Rp205,14 miliar, yang terdiri dari 32 lahan SHGB atas nama PT STJ di wilayah Bakauheni dan 88 lahan SHGB atas nama perorangan (masyarakat) di wilayah Kalianda,” ungkap Asep.
Jenderal polisi bintang satu ini mengatakan PT Hutama Karya tidak menerima manfaat atas lahan-lahan tersebut. Hal itu dikarenakan kepemilikan atas lahan belum dialihkan kepada BUMN atau belum dapat dikuasai dan dimiliki BUMN.
“Sehingga berdasarkan Laporan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh BPKP RI, kerugian negara yang timbul dari pengadaan lahan ini mencapai Rp205,14 miliar,” tutur Asep.
“Dengan rincian Rp133,73 miliar dari pembayaran PT HK/HKR ke PT STJ (tidak termasuk PPN) atas lahan di Bakauheni dan
Rp71,41 miliar dibayarkan oleh PT HK/HKR ke PT STJ (tidak termasuk PPN) di Kalianda,” sambungnya.
Dalam proses penyidikan berjalan, Asep menyatakan penyidik telah menyita sejumlah aset yang diduga terkait dengan perkara. Di antaranya, 122 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda yang menjadi objek pengadaan lahan; 13 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda milik Iskandar dan korporasi PT STJ; serta 1 unit apartemen di wilayah Bintaro, Tangerang Selatan.
KPK menggunakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
KPK, lanjut Asep, menyadari sektor pengadaan barang dan jasa (PBJ) merupakan salah satu titik rawan tindak pidana korupsi di lingkup korporasi.
Oleh karena itu, pada aspek pencegah korupsi, KPK melalui tugas Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) terus mendorong iklim dunia usaha yang berintegritas. Satu di antaranya melalui Panduan Cegah Korupsi (PANCEK) yang dirancang sebagai pedoman dalam menerapkan bisnis yang bebas dari konflik kepentingan dan praktik suap.
KEYWORD :KPK Korupsi Tol Sumatera Hutama Karya PT HK Tol Trans Sumatera