
Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi PKB, Mafirion (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PKB, Mafirion, mendesak pemerintah mengambil peran aktif dalam mempertemukan berbagai pihak dalam polemik royalti musik.
Mafirion meminta pemerintah mempertemukan musisi, pelaku usaha dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk duduk bersama dan mencari solusi atas polemik royalti musik.
"Saat ini ada keresahan di dua sisi. Pelaku usaha khawatir terbebani biaya tambahan dari kewajiban membayar royalti. Sementara musisi justru takut membawakan lagu-lagu bukan ciptaannya sendiri di tempat-tempat usaha," kata Mafirion pada Rabu (6/8).
"Ini kondisi yang tidak sehat bagi ekosistem industri kreatif. Pemerintah harus hadir dan memfasilitasi dialog antara musisi, pelaku usaha, dan LMKN. Jangan biarkan polemik ini berlarut-larut hingga menjadi keresahan yang memuncak di kalangan masyarakat terkait," dia menambahkan.
Polemik ini mencuat setelah salah satu gerai makanan di Bali harus berhadapan dengan proses hukum karena tidak membayar royalti. DJKI Kemenkum menegaskan bahwa pemutaran musik di ruang publik seperti restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel wajib dikenai royalti sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tarif royalti untuk restoran dan kafe mencapai Rp60.000 per kursi per tahun untuk pencipta lagu, dan jumlah yang sama untuk royalti hak terkait. Artinya, untuk sebuah kafe dengan 50 kursi, total kewajiban royalti tahunan bisa mencapai Rp6 juta.
"Keputusan soal royalti ini tidak bisa dilihat secara hitam-putih. Kita tentu menghargai dan melindungi hak cipta karya seni. Tapi, kebijakan ini juga harus memperhitungkan daya dukung pelaku usaha, apalagi yang berskala kecil dan menengah," ujar dia.
Anggota DPR: Fenomena Bendera One Piece Bagian dari Ekspresi, Pemerintah Harus Introspeksi
"Jangan sampai ketakutan akibat beban royalti justru menghambat pertumbuhan industri kreatif itu sendiri,” Mafirion melanjutkan.
Menurut data LMKN, pada awal penerapan Undang-Undang Hak Cipta, perolehan royalti hanya sekitar Rp400 juta per tahun. Namun, dalam beberapa tahun terakhir meningkat pesat hingga menyentuh angka Rp200 miliar per tahun.
Pertumbuhan ini menunjukkan potensi besar, namun juga menandakan perlunya pengelolaan yang transparan dan adil agar semua pihak merasa dilibatkan dan tidak dirugikan.
"Ini bukan hanya soal uang. Ini soal membangun ekosistem industri musik dan usaha yang berkeadilan. Maka dari itu, saya mendesak pemerintah melalui kementerian terkait untuk memfasilitasi dialog terbuka dan produktif," ujar dia.
Mafirion menambahkan, pemerintah tidak hanya mempertemukan semua pelaku usaha dengan LMKN, tapi juga harus melakukan sosialisasi atas semua ketentuan UU No.28 Tahun 2014. Sehingga semua pihak bisa dengan lapang dada menerima sesuai dengan ketentuan UU tersebut.
KEYWORD :Mafirion Komisi XIII Royalti Musik Legislator PKB