
Ilustrasi tumbuhan hemat air (Foto: Pusaka Indonesia)
Jakarta, Jurnas.com - Semua orang tahu bahwa tumbuhan butuh air untuk hidup. Namun, yang sering terlewat adalah bagaimana beragamnya strategi tumbuhan dalam menggunakan air, tergantung pada jenis ekosistem tempat mereka tumbuh.
Di Amazon, pohon kapuk punya cara berbeda dalam menghadapi kekeringan dibanding rumput-rumput tangguh di padang rumput Amerika. Beberapa tumbuhan menghabiskan air secepat mungkin, sementara yang lain sangat hemat. Namun selama ini, para ilmuwan belum punya cara yang andal untuk membandingkan strategi air tumbuhan di berbagai ekosistem dan memahami bagaimana strategi itu berubah saat kondisi lingkungan bergeser.
Model Baru Baca Perilaku Tumbuhan Lewat Kelembaban Tanah
Ilmuwan dari UC Santa Barbara dan San Diego State University kini mengembangkan sebuah model baru berbasis data kelembaban tanah untuk mendeteksi perilaku penggunaan air pada tumbuhan. Model ini diterapkan pada kumpulan data global yang mencakup berbagai jenis ekosistem di seluruh dunia.
Hasilnya menunjukkan bahwa ada dua faktor utama yang memengaruhi strategi air tumbuhan: tingkat kekeringan suatu wilayah dan kerapatan vegetasinya.
“Ketika menghadapi kekurangan air, padang rumput cenderung `boros` — menggunakan air sampai habis. Sebaliknya, hutan lebih `hemat`, mengurangi konsumsi lebih awal untuk menghindari kerusakan,” ujar Kelly Caylor, penulis senior studi ini dari Bren School of Environmental Science & Management, UCSB.
Tantangan Model Lama dan Pendekatan Nonlinier
Studi ini juga menunjukkan bahwa model-model lama kemungkinan melebih-lebihkan kecepatan hilangnya air di tanah saat kekeringan, yang berdampak pada akurasi model iklim dan pertanian.
Menurut Bryn Morgan, penulis utama studi, perubahan kelembaban tanah dari waktu ke waktu menyimpan pola penting dalam perilaku tumbuhan. Model lama biasanya mengasumsikan hubungan linier antara kelembaban tanah dan aktivitas tumbuhan, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks.
Untuk itu, Ryoko Araki — mahasiswa doktoral di UCSB dan SDSU — memimpin pengembangan model nonlinier baru yang lebih mencerminkan cara tumbuhan mengambil risiko atau berhati-hati saat menghadapi kekeringan.
Strategi Air: Agresif vs. Konservatif
Dengan menganalisis kurva pengeringan tanah (drydown curve) dari berbagai lokasi sensor global, tim dapat mengidentifikasi apakah tanaman di suatu wilayah cenderung agresif atau konservatif dalam penggunaan air.
Secara umum, padang rumput dan wilayah kering menunjukkan strategi yang agresif, sementara hutan dan wilayah basah lebih konservatif.
“If water is the currency of ecosystems, grasses are out here like, ‘YOLO,’ while trees are investing for retirement,” kata Morgan dengan perumpamaan yang menarik.
Namun, strategi ini tidak kaku. Tumbuhan bisa berubah strategi tergantung kondisi. Misalnya, di gurun seperti Mojave, di mana hujan datang musiman, tumbuhan bisa sangat agresif saat musim hujan tiba.
Menuju Model Iklim yang Lebih Akurat
Model ini membantu menjembatani celah antara studi laboratorium dan observasi satelit. Dengan pendekatan yang memanfaatkan data kelembaban tanah langsung (in-situ) dalam skala global, para peneliti berhasil melihat pola-pola yang selama ini tersembunyi.
Pemahaman baru ini penting karena respon tumbuhan terhadap kekeringan memengaruhi siklus karbon global dan akurasi model iklim. Morgan bahkan telah mengajukan proposal ke NASA untuk mengintegrasikan model ini ke dalam sistem pemodelan bumi yang ada.
Sementara itu, Araki fokus mengembangkan cara untuk menerapkan model ini dalam skala lebih besar, mengingat kelembaban tanah sangat bervariasi tergantung topografi, jenis tanah, dan vegetasi.
“Memahami bagaimana kelembaban tanah bekerja dalam berbagai skala adalah tantangan besar yang telah lama jadi fokus para ahli hidrologi,” kata Morgan.
Studi lengkap ini telah dipublikasikan di jurnal Nature Ecology & Evolution. (*)
Sumber: Earth
KEYWORD :Pengelolaan Air Tumbuhan Strategi menglelola air Perubahan Iklim