
Ilustrasi pengecekan otak (Foto: Pexels/Anna Shvets)
Jakarta, Jurnas.com - Penuaan kognitif mungkin bermula dari penurunan performa ‘pabrik protein’ di dalam sel otak, jauh sebelum gejala pertama muncul.
Studi terbaru yang dipimpin oleh biolog Stanford, Judith Frydman, menunjukkan bahwa proses penyusunan protein—dari pembuatan hingga pelipatan—mengalami perlambatan seiring usia. Ketika jalur produksi ini tersendat, neuron kewalahan dengan produk setengah jadi yang menumpuk, memicu agregasi protein beracun yang berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif.
Penelitian ini menyoroti tahap krusial dalam sintesis protein, yakni translation elongation, di mana ribosom menambahkan asam amino satu per satu. Dalam model cacing, lalat, dan tikus—dan kini juga vertebrata seperti ikan killifish—tahap ini terbukti melambat seiring bertambahnya usia.
Killifish: Wawasan Cepat tentang Penuaan Otak Vertebrata
Ikan killifish Afrika, yang hanya hidup 4–6 bulan, memungkinkan ilmuwan mengamati penuaan vertebrata dalam waktu singkat. Otaknya memiliki tipe sel dan gen pengontrol kualitas protein serupa dengan manusia.
Dengan memeriksa otak killifish pada tiga tahap usia, tim berhasil menyusun salah satu atlas molekuler paling rinci tentang penuaan otak. Ribosome profiling menunjukkan peningkatan kemacetan dan tabrakan ribosom, terutama pada RNA yang kaya kodon lisin dan arginin.
Akibatnya, protein penting yang menjaga DNA dan memproses RNA berkurang drastis, meskipun pesan RNA-nya tetap utuh. Ini mengindikasikan adanya gangguan pada level translasi, bukan transkripsi.
Agregasi Protein Muncul Sebelum Gejala
Perlambatan translasi memperbesar risiko misfolding karena chaperone—protein pengawas kualitas—datang terlambat. Rantai protein yang belum selesai menjadi rentan membentuk agregat tak larut, ciri khas dari Alzheimer, Parkinson, dan ALS.
Yang mencengangkan, agregat ini muncul di wilayah otak yang terkait dengan pembelajaran sebelum tanda-tanda perilaku menurun terlihat. Fenomena ini menjelaskan ketidaksesuaian antara kadar RNA dan protein (protein-transcript decoupling) yang telah lama menjadi teka-teki dalam biologi penuaan.
Arah Baru untuk Terapi Neurodegeneratif
Studi ini membuka peluang baru untuk terapi penuaan otak. Obat seperti rapamycin, yang menargetkan mesin produksi protein, kini sedang diuji dalam konteks Alzheimer. Fokus kecepatan elongasi—bukan hanya jumlah total protein—dapat meminimalkan efek samping seperti imunosupresi.
Peneliti kini menyaring molekul kecil yang bisa memisahkan ribosom yang bertabrakan atau memperkuat sistem penyelamat sel seperti Pelota. Jika berhasil, terapi ini dapat mencegah kerusakan otak sebelum gejala neurodegeneratif muncul.
Masih Banyak yang Perlu Dijawab
Mengapa protein dasar lebih rentan terhadap perlambatan translasi, dan apakah hal serupa terjadi pada manusia di usia paruh baya, masih menjadi pertanyaan terbuka. Teknologi ribosome profiling di organoid otak manusia mungkin bisa memberikan jawabannya.
Studi ini menunjukkan bahwa penuaan otak tidak selalu berarti kerusakan besar—kadang hanya perlambatan kecil di level molekul yang memberi efek besar seiring waktu. Kini, peneliti tahu cara mengukurnya—dan mungkin suatu saat bisa mengendalikannya.
Studi ini telah dipublikasikan di jurnal Science. (*)
Sumber: Earth
KEYWORD :Penuaan otak produksi protein ribosom agregat protein Alzheimer