Sabtu, 02/08/2025 20:31 WIB

Burnout vs Depresi Serupa Tapi Tak Sama, Ini Bedanya

Rasa lelah berkepanjangan, tidak termotivasi, dan mudah kesal sering disalahartikan sebagai depresi. Padahal, meski gejalanya mirip, burnout dan depresi adalah dua kondisi berbeda yang memerlukan pendekatan berbeda pula.

Ilustrasi depresi (foto: Better Help)

Jakara, Jurnas.com - Jika liburan Anda terasa seperti hanya jeda sesaat dari penat yang tak kunjung reda, bisa jadi Anda sedang mengalami burnout. Rasa lelah berkepanjangan, tidak termotivasi, dan mudah kesal sering disalahartikan sebagai depresi. Padahal, meski gejalanya mirip, burnout dan depresi adalah dua kondisi berbeda yang memerlukan pendekatan berbeda pula.

Apa Itu Burnout?

Burnout adalah kondisi kelelahan mental, emosional, dan fisik akibat tekanan yang terus menerus, terutama yang berkaitan dengan pekerjaan atau tanggung jawab berat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut burnout sebagai fenomena yang berkaitan dengan pekerjaan, bukan gangguan kesehatan mental, meskipun dampaknya bisa sangat serius.

Ciri utama dari burnout adalah kelelahan yang tidak hilang meskipun sudah beristirahat. Pikiran terasa berat, konsentrasi menurun, dan seseorang cenderung kehilangan minat terhadap aktivitas yang dulunya menyenangkan. Banyak orang yang mengalami burnout juga mulai menarik diri dari lingkungan sosial dan merasa mudah tersinggung atau cemas tanpa sebab yang jelas.

Burnout biasanya berkembang secara bertahap. Dimulai dari tekanan kerja yang tinggi dalam jangka pendek, kemudian berkembang menjadi kelelahan kronis jika tidak ditangani. Pada titik tertentu, seseorang bisa merasa seperti tidak mampu lagi memenuhi tuntutan apa pun—meskipun sebenarnya masih memiliki kapasitas untuk melakukannya.

Lalu, Apa Bedanya dengan Depresi?

Depresi, di sisi lain, adalah gangguan suasana hati yang memengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Berbeda dengan burnout yang umumnya terkait dengan pekerjaan, depresi bisa muncul tanpa penyebab eksternal yang jelas, dan mencakup perubahan pada harga diri serta pandangan terhadap hidup.

Orang yang mengalami depresi tidak hanya merasa lelah, tetapi juga merasa tidak berharga, tidak punya harapan, dan cenderung berpikir negatif tentang masa depan. Dalam beberapa kasus, depresi juga memunculkan keinginan untuk menyerah, menghindari interaksi sosial secara total, dan bahkan menyakiti diri sendiri.

Secara klinis, depresi dibagi menjadi dua kategori: melankolik dan non-melankolik. Depresi melankolik biasanya bersifat biologis dan muncul tanpa pemicu yang jelas, sementara non-melankolik lebih sering disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti kehilangan pekerjaan atau konflik personal.

Helpless vs Hopeless: Perbedaan Psikologis yang Penting

Peneliti dari Australia merangkum perbedaan paling mendasar antara burnout dan depresi dalam dua kata: burnout ditandai dengan perasaan tidak berdaya (helplessness), sedangkan depresi dipenuhi rasa putus asa (hopelessness).

Orang yang burnout merasa tidak mampu mengatasi tekanan yang ada, meskipun sebenarnya masih memiliki harapan untuk pulih jika tekanan tersebut mereda. Sementara mereka yang depresi merasa tidak ada harapan sama sekali, baik terhadap dirinya sendiri maupun masa depan, bahkan ketika tekanan eksternal tidak terlalu besar.

Bisa Terjadi Bersamaan

Penting untuk diketahui bahwa burnout dan depresi bisa saling beririsan dan bahkan terjadi bersamaan. Misalnya, seseorang bisa mengalami burnout karena beban kerja yang luar biasa, dan pada saat yang sama juga mengalami depresi karena merasa tidak dihargai atau dipermalukan di tempat kerja.

Kondisi ini tidak bisa dianggap remeh karena kombinasi keduanya bisa membuat seseorang semakin sulit pulih. Dalam situasi seperti ini, pendekatan psikologis yang lebih komprehensif sangat dibutuhkan.

Langkah Penanganan yang Berbeda

Penanganan burnout umumnya dimulai dengan mengidentifikasi dan mengurangi sumber stres. Cuti sejenak, penyesuaian beban kerja, dan menciptakan batasan yang sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi bisa sangat membantu. Praktik seperti mindfulness, olahraga rutin, dan istirahat berkualitas juga terbukti efektif.

Namun jika yang dialami adalah depresi, terutama yang sudah didiagnosis secara klinis, maka pendekatannya harus lebih sistematis. Terapi psikologis seperti cognitive behavioral therapy (CBT), konseling, dan dalam beberapa kasus, pengobatan antidepresan bisa diperlukan. Terutama untuk depresi melankolik yang lebih sulit ditangani tanpa bantuan medis.

Kunci utama adalah mendapatkan diagnosis yang tepat. Banyak orang mengira mereka "hanya lelah karena kerja", padahal sebenarnya sedang mengalami depresi yang lebih dalam. Di sisi lain, ada juga yang khawatir mengalami depresi, padahal sebenarnya hanya membutuhkan waktu untuk memulihkan diri dari burnout.

Dengan demikian, burnout dan depresi mungkin memiliki gejala yang mirip, tetapi penyebab, dampak, dan cara penanganannya berbeda. Mengenali perbedaan ini penting agar kita tidak salah menangani diri sendiri atau orang lain. Jika kelelahan mental tidak membaik meski sudah istirahat, atau mulai muncul perasaan putus asa, konsultasikan ke profesional. Kesehatan mental adalah investasi jangka panjang—bukan kemewahan, tapi kebutuhan. (*)

Sumber: Theconversation

KEYWORD :

Burnout vs depresi perbedaan burnout dan depresi kelelahan mental stres kerja




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :