
Gedung Bank Tabungan Negara (BTN)
Jakarta, jurnas.com - Ternyata, pemberian fasilitas kredit yang diberikan Bank Tabungan Negara alias BTN Persero kepada PT Indah Karya (IK), berpotensi merugikan perusahaan senilai Rp 269,6 miliar itu.
Pasalnya, BTN mengucurkan kredit sebelum seluruh syarat terpenuhi. Progres pencairan dari BTN juga tidak sesuai kontrak dan kredit yang digunakan sesuai perjanjian.
PT Indah Karya (Persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terutama bergerak di bidang konsultansi konstruksi. Perusahaan berkantor di Bandung, Jawa Barat ini oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinyatakan bangkrut atau pailit pada 26 November 2024.
Temuan tersebut merupakan salah satu dari total 16 temuan permasalahan yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengelolaan Kredit Segmen Komersial, Kegiatan investasi dan Operasional Tahun 2021 dan 2022 pada BTN Persero Tbk dan Instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
BPK mengungkapkan bahwa pemberian fasilitas kredit PT IK dengan sisa pokok pinjaman per 31 Desember 2022 sebesar Rp 269,6 milyar dilakukan sebelum seluruh syarat terpenuhi. Progress pencairan juga tidak sesuai kontrak dan kredit yang digunakan tidak sesuai perjanjian.
BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pengelolaan Kredit Segmen Komersial, Kegiatan investasi dan Operasional Tahun 2021 dan 2022 pada BTN Persero Tbk dan Instansi terkait lainnya di DKI Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
BPK mengungkapkan PT IK telah memperoleh dua fasilitas kredit dengan total plafon sebesar Rp287 milyar pada tahun 2016. Kredit tersebut terdiri dari Kredit Konstruksi/Kredit Yasa Griya (KYG) sebesar Rp 195 milyar untuk pembiayaan pembangunan proyek apartemen GBP dan sarana prasarana yang berlokasi di Cisaranten Binaharapan, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung, Jawa Barat.
Sementara Kredit Investasi (KI) sebesar Rp 92 milyar untuk pembiayaan pembangunan Mall GBP di lokasi yang sama dengan apartemen untuk tujuan disewakan. Dan selama masa pemberian kredit, PT IK telah membayar bunga sebesar Rp 24,5 milyar. BTN juga telah membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebesar 81,22 persen atas fasilitas kredit PT IK.
Namun dari hasil pemeriksaan BPK terungkap bahwa pemeriksaan terhadap dokumen kredit menunjukkan permasalahan, di antaranya; tidak terdapat laporan hasil verifikasi daftar konsumen yang menjadi salah satu syarat sebelum penandatanganan kredit.
Perjanjian kredit ditandangani sebelum seluruh persyaratan dipenuhi dan BTN menyetujui pemenuhan syarat penambahan modal bukan berasal dari setoran pemegang saham. Selain itu, juga terungkap bahwa pencairan fasilitas kredit PT IK tidak sesuai dengan perjanjian kredit.
BPK mengungkapkan bahwa hasil pemeriksaan pada dokumen pencairan ke-17 atau pencairan terakhir PT IK serta hasil konfirmasi dengan PT WK, sebagai pelaksana menunjukkan bahwa laporan prestasi fisik yang disampaikan kepada BTN berbeda dengan hasil konfirmasi dengan PT WK (pelaksana proyek) pada periode yang sama.
Kemudian hasil pemeriksaan juga menunjukkan bahwa dari total Rp 269,6 milyar yang dicairkan, PT WK hanya menerima Rp174,9 milyar yang dibayarkan sesuai peruntukannya, sebesar Rp 90,5 milyar untuk keperluan PT IK, dan sebesar Rp 4,23 milyar belum dapat ditelusuri. Hasil penjualan apartemen juga ternyata tidak digunakan untuk penurunan pokok.
Hal tersebut mengakibatkan pemberian fasilitas kredit kepada PT IK dengan baki debit per 31 Desember 2022 sebesar Rp269,6 milyar berpotensi merugikan BTN. Kondisi ini dikarenakan PT IK wanprestasi terhadap perjanjian kredit yang telah disepakati dengan BTN.
Selanjutnya, President Director, Managing Director Commercial Lending, dan Managing Director IT, Operation and Credit Risk atau Rapat Direksi selaku Pemutus Kredit tanggal 7 Desember 2015 kurang prudent dalam memberikan persetujuan pemberian fasilitas kredit PT IK.
BPK menganggap, Direktur Risk Management beserta Credit Risk Unit terkait yang berada dibawahnya kurang cermat dalam melakukan risk assessment dan mitigasi risiko atas pemberian fasilitas kredit.
Selain itu, disebut juga Kepala Commercial Lending Division (CMLD) dan Credit Risk Division (CRD) Tahun 2015 dan pejabat internal lainnya dianggap kurang cermat dalam mengusulkan fasilitas kredit PT IK. BPK juga menyesalkan Dewan Komisaris BTN yang kurang efektif dalam melakukan pengawasan atas pengelolaan fasilitas kredit PT IKA.
Jurnas.com meminta klarifikasi pihak Corporate Secretary BTN melalui pesan WhatApps, sempat direspon. Kami mengira IK itu adalah Istaka Karya. "Mohon Maaf BTN Tidak pernah menyalurkan fasilitas kredit ke Istaka Karya," tulis Corsec Ramon Armando. Belakangan baru kami tahu, ternyata IK adalah PT. Indah Karya. Ralat ini kami sampaikan untuk memastikan kembali. Tapi, Ramon tidak meresponnya.
KEYWORD :
Bank BTN Kredit Macet Indah Karya