Selasa, 15/10/2024 04:24 WIB

Belum Terima SPDP, Pakar Hukum: Penetapan Tersangka ASDP Tidak Sah

Salah satu pokok materi yang dipersoalkan dalam gugatan itu ialah tidak adanya SPDP.

Ilustrasi Hukum

Jakarta, Jurnas.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidanv lanjuran gugatan praperadilan dari IP, tersangka kasus dugaan korupsi proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry Persero pada hari ini.

Dalam persidangan, tim kuasa hukum IP membawa sejumlah dokumen dan bukti tertulis untuk membantah dalil KPK dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka. Salah satu pokok materi yang dipersoalkan dalam gugatan itu ialah tidak adanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang diterima IP setelah menyandang status tersangka dari KPK.

Menanggapi hal itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas ST Thomas Medan, Berlian Simarmata, menyatakan jika penyerahan SPDP merupakan hal yang wajib dilakukan lembaga penegak hukum, termasuk KPK.

Menurut Berlian, kewajiban lembaga penegak hukum untuk menyerahkan SPDP tertuang jelas dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 130 Tahun 2015.

"Jadi di putusan MK itu dikatakan penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban atau perlapor paling lambat tujuh hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan itu lah isi putusan MK. Jadi penyidik dikatakan wajib," kata Berlian saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Selasa, 17 September 2024.

Dia justru mengingatkan konsekuensi dari sikap KPK yang belum juga menyerahkan SPDP kepada para tersangka dalam kasus dugaan korupsi proses KSU dan akuisisi PT Jembatan Nusantara tersebut.

Berlian menyebut salah satu konsekuensi dari penundaan penyerahaan SPDP itu adalah tidak sahnya proses hukum yang dilakukan KPK, baik dalam proses pemeriksaan hingga penetepan tersangka terhadap pihak terlapor.

"Maka konsekuensinya menurut saya dan sering saya katakan di pengadilan kalau tidak dilakukan maka segala sesuatu yang didasarkan kepada sprindik yang bersangkutan menjadi tidak sah, jadi kalau berdasarkan sprindik tersangka diperiksa ya pemeriksaannya tidak sah, hasilnya tidak sah kalau SPDP itu tidak disampaikan," tegas Berlian.

Berlian mengungkapkan alasan pentingnya penyerahan SPDP terhadap pihak terlapor atau tersangka. Salah satunya, untuk memberi kepastian hukum terhadap jaksa penuntut umum, terlapor, maupun pelapor.

"Iya ini untuk menjamin kepastian hukum karena kalau sudah keluar sprindik orang menjadi tersangka atau sudah ditetapkan sebagai tersangka maka terbuka peluang untuk dilakukan upaya-upaya paksa yang bisa melanggar hak-hak si tersangka itu," kata Berlian.

Oleh karenanya, Berlian kembali menekankan jika tindakan KPK yang belum juga menyerahkan SPDP kepada para tersangka dalam kasus tersebut jelas membuat proses hukum yang berjalan di lembaganya menjadi tidak sah.

"Nah maka itu harus segera disampaikan supaya ada kontrol satu sama lain," kata dia.

Berlian berpandangan putusan MK yang mengatur penyerahan SPDP bertujuan membatasi sikap kesewenang-wenangan lembaga penegak hukum. Termasuk, memberi ruang bagi pihak berperkara dalam hal ini tersangka untuk memperjuangkan hak-hak konstitusinya dengan mengajukan gugatan praperadilan.

"Jadi ada kepastian bagi penuntut umum, ada kepastian dari pelapor, ada kepastian dari terlapor sudah sampai sejauh mana kasusnya. Kalau tidak disampaikan, terlapor kan tidak tahu kasusnya sudah di mana, jadi artinya mau mempersiapkan pembelaan diri pun jadi tidak terpikir orang dia tahu kasusnya sampai di mana," tegas Berlian.

KEYWORD :

Korupsi ASDP Indonesia Ferry KPK PT Jembatan Nusantara Sidang Praperadilan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :