
Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat. (Foto: Humas MPR)
Jakarta, Jurnas.com - Benahi mekanisme pelayanan terhadap kelompok lanjut usia (lansia) sebagai bagian kewajiban negara dengan melibatkan masyarakat.
"Perkiraan jumlah lansia yang terus meningkat dari tahun ke tahun harus diantisipasi dengan persiapan yang komprehensif. Memberikan kemudahan pelayanan kepada lansia bagian dari cara kita menghormati mereka," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi secara daring bertema Memuliakan Lansia: Hak-Hak Lansia, Kewajiban Negara dan Masyarakat yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (7/8).
Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid, PhD. (Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Kementerian Kesehatan RI), Prof. Tri Budi. W. Rahardjo (CeFas Urindo, pendiri Center for Ageing Studies, Universitas Indonesia), Agnes Sri Poerbasari, M.Si (Pemerhati Lansia di Komunitas Gereja) dan Khotimun Sutanti (Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia/Anggota Koalisi untuk Masyarakat Peduli Lansia (Kumpul) sebagai narasumber.
Hadir pula Sari Seftiani (Peneliti Pusat Riset Kependudukan - Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) sebagai penanggap.
Lestari mengungkapkan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 mencatat jumlah lansia mencapai 22,6 juta jiwa atau sebesar 11,75% dari jumlah penduduk Indonesia.
Data tersebut, tambah dia, menunjukkan bahwa usia harapan hidup lansia bertambah sehingga jumlah lansia terus meningkat. Diperkirakan pada 2045 jumlah lansia sekitar 50 juta jiwa atau 20% dari populasi penduduk Indonesia.
Namun, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada terkait perhatian dan pelayanan terhadap lansia belum mampu dilaksanakan dengan baik.
Raih Hidup Sehat Sampai Usia Lanjut
Padahal, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, amanah konstitusi mewajibkan negara melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk lansia.
Rerie sangat berharap peningkatan pelayanan dan perhatian terhadap lansia menjadi perhatian semua pihak, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, sebagai bagian dari pembangunan kesehatan nasional yang lebih baik.
"Karena mewujudkan lansia yang sehat dan terawat menentukan status kita sebagai bangsa yang bermartabat," pungkasnya.
Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Kementerian Kesehatan RI, Vensya Sitohang mengungkapkan dalam arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional sudah ditegaskan untuk mewujudkan peningkatan daya saing SDM.
Untuk mewujudkan itu, jelas Vensya, pemerintah melakukan peningkatan pelayanan kesehatan sesuai siklus hidup, sejak calon pengantin hingga lansia.
Pada 2024, ungkap dia, ditargetkan masyarakat usia 60 tahun ke atas harus sudah 100% mendapatkan pelayanan kesehatan lansia.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2024, tambah Vensya, pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota diwajibkan memberi layanan kesehatan kepada warga berusia di atas 60 tahun.
Pelayanan kesehatan tersebut, jelas dia, dalam bentuk edukasi untuk hidup bersih dan sehat, skrining kesehatan dasar dan hasil skrining dasar itu wajib untuk ditindaklanjuti pemeriksaan lebih rinci.
Vensya menegaskan, pemerintah berkomitmen kuat melakukan transformasi sistem kesehatan dengan mewujudkan layanan kesehatan primer yang lebih dekat dengan masyarakat.
Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia, Khotimun Sutanti mengungkapkan lansia rawan mengalami kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak dasarnya.
Data Komnas Perempuan pada 2023, ungkap Khotimun, mencatat 191 kasus perempuan lansia mengalami ragam bentuk kekerasan baik fisik mau pun psikis, seksual dan ekonomi.
Sebanyak 100 kasus di antaranya, tambah dia, terjadi di ranah domestik yang melibatkan orang dekat dan keluarga.
Lansia, jelas Khotimun, juga tidak lepas dari stigmatisasi yang menilai mereka sudah tidak produktif lagi.
Melihat kondisi itu, Khotimun mendorong adanya data terpilah dalam mengidentifikasi kebutuhan bagi para lansia untuk merealisasikan perlindungan yang menyeluruh demi mewujudkan lansia yang bermartabat.
Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, Sari Seftiani berpendapat di Indonesia banyak program yang ditujukan untuk melayani lansia, tetapi sangat disayangkan sejumlah program tersebut tidak terintegrasi dengan baik.
Layanan home care lansia, ungkapnya, seringkali tidak terlaksana karena adanya keterbatasan sumber daya manusia di Puskesmas terdekat.
Diakui Sari, konsep pentahelix untuk mewujudkan kesehatan lansia belum optimal implementasinya di lapangan. Karena, tambah dia, belum semua pemerintah daerah memprioritaskan isu lansia di wilayah mereka.
KEYWORD :Kinerja MPR Lestari Moerdijat Lansia Kesehatan