Sabtu, 27/07/2024 08:19 WIB

Aktivis HAM Kecam Keputusan Jokowi Kerek Pangkat Prabowo

Aktivis HAM Kecam Keputusan Jokowi Kerek Pangkat Prabowo

Aktivis HAM Kecam Keputusan Jokowi Kerek Pangkat Prabowo. (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) sekaligus Juru Bicara Forum Rakyat Demokratik (FRD) untuk Keadilan Keluarga Korban Penghilangan Paksa, Petrus Hariyanto, mengecam keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi kenaikan pangkat kehormatan kepada Prabowo Subianto.

Petrus menyatakan, pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo tersebut semakin membuktikan bahwa Presiden Jokowi telah melanggengkan impunitas dengan semakin menjauhkan pelaku pelanggaran HAM berat dalam kasus penculikan/penghilangan paksa aktivis demokrasi pada 1997-1998 dari proses hukum.

"Presiden Jokowi juga semakin melukai hati keluarga korban penghilangan paksa dengan tidak memenuhi janjinya untuk mengembalikan para korban dan justru mengembalikan pelaku ke kursi kekuasaan tertinggi negara," kecam Napol yang pernah mendekap di penjara saat pemerintahan Soeharto.

Aktivis 98 ini juga menilai sikap dan kebijakan Presiden Jokowi telah menginjak-injak perjuangan rakyat dalam meruntuhkan tirani otoritarianisme orde baru dan membangun demokrasi dengan pengorbanan dan nyawa para pejuang demokrasi.

Petrus Harinyanto menilai bahwa Prabowo terbukti dipecat dari dinas militer oleh Dewan Kehormatan Perwira, sekitar bulan Agustus 1998, dengan alasan melanggar Sapta Marga, sumpah prajurit, etika keprajuritan, serta penghilangan paksa aktivis 1997/1998 (tindak pidana).

Dalam dokumen tersebut, selain menculik aktivis, Letnan Jenderal Prabowo disebutkan melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan menjadi wewenangnya tetapi menjadi wewenang Pangab. Tindakan seperti tersebut di atas berulang-ulang dilaksanakan yang bersangkutan, seperti pelibatan Satgas di Tim-Tim dan Aceh, pembebasan sandera di Wamena Irja, pelibatan Kopassus dalam pengamanan presiden di Vancouver, Kanada.

"Prabowo Subianto adalah contoh Perwira Tinggi ABRI yang berkelakuan buruk dan suka melawan atasan," tegas teman Budiman Sutjatmiko di LP Cipinang tahun 1996 sampai dengan 1999.

Menanggapi Kapuspen TNI yang menyatakan bahwa Prabowo diberhentikan secara terhormat sehingga memenuhi syarat kelayakan menerima kenaikan pangkat kehormatan, Petrus Harinyanto menambahkan bahwa pengetahuannya menyebutkan bahwa diberhentikan secara terhormat biasanya terjadi saat memasuki masa pensiun. Fakta sejarah menunjukkan bahwa Prabowo dipecat dari ABRI saat itu karena menculik aktivis dan sering melakukan aksi sendiri tanpa perintah atasan ABRI.

"Pernyataan Kapuspen ABRI itu manipulasi sejarah dan mencoreng nama baik TNI sendiri," kecamnya.

Menurut Petrus Harinyanto, sebagai Presiden, Jokowi seharusnya melaksanakan empat rekomendasi DPR RI tentang Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 2009, salah satunya adalah menggelar Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengadili Prabowo Subianto, bukan justru memberikan kenaikan pangkat kehormatan.

Hal serupa disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka mengecam pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat untuk Prabowo Subianto. Hal ini tidak hanya tidak tepat tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998.

Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo merupakan langkah keliru. Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karir militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.

Pemberian gelar tersebut lebih merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Presiden Jokowi yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.

Sebagai informasi, Koalisi Masyarakat Sipil yang dimaksud ialah terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), IMPARSIAL, IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), Asia Justice and Rights (AJAR), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), ELSAM, HRWG.

Kemudian, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Centra Initiative, Lokataru Foundation, Amnesty International Indonesia, Public Virtue, SETARA Institute, Migrant CARE, The Institute for Ecosoc Rights, Greenpeace Indonesia, Public Interest Lawyer Network (Pil-NET Indonesia), KontraS Surabaya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Banten (LBH Keadilan), Lembaga Pengembangan Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (LPSHAM), Federasi Kontras.

 

KEYWORD :

Aktivis HAM Presiden Jokowi Prabowo Subianto Jenderal kehormatan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :