Kamis, 09/05/2024 02:29 WIB

Alexander Marwata Akui Cerita Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi Soal Kasus Setnov

Agus dimarahi oleh Jokowi agar menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Setya Novanto.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata membenarkan cerita dari Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo yang pernah dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Istana Negara.

Agus Rahardjo bercerita, ia pernah dimarahi oleh Presiden Jokowi agar menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR, Setya Novanto alias Setnov.

"Ya pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan (KPK)," kat Alex kepada wartawan, Jumat 1 Desember 2023.

Saat itu, Alex juga menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Namun, jelas Alex, permintaan Jokowi itu ditolak karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) sudah diteken.

"Ditolak. Karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan," jelas Alex.

Senada dengan Alex, Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang pun membenarkan soal cerita Agus yang dimarahi Jokowi. Peristiwa itu saat pimpinan KPK hendak menggelar jumpa pers terkait penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada presiden.

"Aku jujur aku ingat benar pada saat turun ke bawah pak Agus bilang `Pak Saut, kemarin saya dimarahi (presiden), `hentikan` kalimatnya begitu," ujar Saut saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Jumat.

Pada Jumat, 13 September 2019, tiga pimpinan KPK saat itu yaitu Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode M Syarif menyerahkan tanggung jawab atau mandat pengelolaan lembaga antirasuah ke Presiden Jokowi.

Hal itu berkaitan dengan Revisi Undang-Undang KPK yang saat itu menjadi polemik karena dinilai melemahkan kinerja pemberantasan korupsi. Pimpinan dan pegawai KPK menyatakan keberatan terhadap revisi dimaksud, namun perubahan kedua UU KPK tetap disahkan.

Saut menduga sikap lima pimpinan KPK terhadap kasus e-KTP yang menjerat Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Setya Novanto, sudah diketahui presiden. Sebab, tiga pimpinan KPK menyetujui penyidikan kasus tersebut sementara dua lainnya menolak.

"Dalam pikiran kotor aku pasti ada bocoran kan skornya 3-2. Tahu lah Anda yang 2 siapa, yang 3 siapa. Jadi, mungkin dia (presiden) dengar-dengar dan panggil saja. Mungkin di pikiran yang perintah seperti itu. Tapi, enggak tahu lah kenapa (Agus Rahardjo) dipanggil sendirian," ucap Saut.

Adapun pimpinan KPK periode 2015-2019 ialah adalah Agus Rahardjo sebagai Ketua yang didampingi oleh Saut Situmorang, Laode M Syarif, Alexander Marwata dan Basaria Panjaitan.

Untuk diketahui, Agus mengungkapkan pernah dipanggil dan diminta Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP yang menjerat Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar

Partai Golkar pada 2016, diketahui bergabung jadi koalisi pendukung Jokowi. Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat, 10 November 2017.

Hal itu disampaikan Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat 1 Desember 2023. Agus mengaku tidak pernah mengungkap peristiwa ini.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara). Jadi, saya heran `biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian`.

Kedatangannya ini pun terkesan senyap karena Agus tak lewat depan ruang wartawan. "Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," tutur Agus.

Saat masuk ke dalam ruangan, Agus mendapati Presiden Jokowi sudah mengamuk. Setelah dia duduk, akhirnya Agus mendapat penjelasan maksud pernyataan Jokowi adalah menghentikan kasus e-KTP yang menyeret nama Setya Novanto.

"Itu di sana begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak `hentikan`. Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," sambung Agus.

Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan Sprindik sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.

"Saya bicara (ke Presiden) apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," terang Agus.

Agus merasa kejadian tersebut berimbas pada diubahnya Undang-undang KPK. Dalam revisi UU KPK, terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah. Di antaranya KPK kini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.

Pimpinan KPK, terang Agus, juga dipersulit untuk menemui Jokowi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly untuk meminta draf revisi UU KPK.

"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makanya saya jalan terus. Tapi, akhirnya dilakukan Revisi Undang-undang yang intinya ada SP3, kemudian di bawah presiden, mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," tutur Agus.

KEYWORD :

KPK Agus Rahardjo Agus Dimarahi Jokowi Korupsi e-KTP Setya Novanto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :