Jum'at, 01/11/2024 07:37 WIB

Anggota DPR Minta Pemerintah Tak Terburu-buru Revisi Kebijakan Energi Nasional

Tidak ada gunanya merevisi kebijakan tersebut di ujung rezim pemerintahan sekarang ini. Karena yang akan melaksanakan target dalam KEN ini Pemerintah periode berikutnya.

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. Foto: Azka/Man

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, minta Pemerintah jangan terburu-buru merevisi Kebijakan Energi Nasional (KEN). Sebaiknya Pemerintah menunggu pengesahan RUU EBET agar isi KEN bisa selaras dengan UU.

“Tidak ada gunanya merevisi kebijakan tersebut di ujung rezim pemerintahan sekarang ini. Karena yang akan melaksanakan target dalam KEN ini Pemerintah periode berikutnya,” jelas dia kepada wartawan, Rabu (15/11).

Wakil Ketua Fraksi PKS ini mengatakan, KEN harus menjadi pedoman penyelenggaraan dan pengelolaan energi strategis nasional oleh Pemerintah dan bukan sekedar dokumen hiasan. Maka Pemerintah yang akan datang berkepentingan dan bertanggungjawab untuk melaksanakan kebijakan energi tersebut.

"Karena itu kita perlu mendengar pandangan Pemerintah yang akan mengeksekusi KEN ini. Jangan sampai dokumen KEN ini bolak-balik direvisi lagi kelak," kata Mulyanto.

Dia menambahkan, yang terpenting dibahas saat ini adalah menilai sejauh mana realisasi atau pencapaian target-target KEN. Dia mencatat paling tidak ada tiga hal yang perlu dievaluasi.

Pertama adalah realisasi bauran EBT yang sangat kecil (saat ini hanya 12,54 persen), masih jauh dari target 17,87 persen di tahun 2023, dan 23 persen di tahun 2025.

Selain itu, rasio elektrifikasi yang ditargetkan sebesar 100 persen pada tahun 2020, juga tidak kunjung tercapai. Pada tahun 2023 rasio elektrifikasi baru akan mencapai 99,67 persen.

Rasio penggunaan gas rumah tangga juga jauh dari harapan. Target KEN sebesar 85 persen di tahun 2015, namun baru tercapai pada tahun 2022.

Selain itu, BPS mencatat, bahwa mayoritas atau 82,78 persen rumah tangga Indonesia pada tahun 2021 menggunakan bahan bakar gas elpiji, yang terutama diadakan secara impor, bukan gas alam domestik. Ini menyebabkan defisit transaksi migas makin melebar.

Target Jaringan Gas alam (Jargas) sebanyak empat juta SR (sambungan rumah tangga) pada tahun 2024 masih jauh untuk dicapai.

Hingga saat ini Jargas terpasang baru sekitar 1 juta SR atau sekitar 25 persen dari target. Sementara Sudah dua tahun berturut-turut Pemerintah tidak mengalokasikan anggaran di APBN 2023-2024, untuk pembangunan Jargas tersebut.

Bahkan, alokasi APBN yang sebelumnya didedikasikan untuk pembangunan Jargas dialihkan untuk membangun infrastruktur pipa gas alam ruas Cisem (Cirebon-Semarang).

“Akibatnya upaya untuk mengejar target jargas jalan di tempat. Bukannya mengejar target, Pemerintah malah mengurangi target menjadi hanya 2.4 juta SR pada tahun 2024,” demikian Mulyanto.

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII PKS Mulyanto energi APBN




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :