Jum'at, 17/05/2024 04:28 WIB

Jokowi Dituntut Bertanggung Jawab Terkait Penjualan Senjata ke Myanmar

Presiden Jokowi bersama Prabowo Subianto, dan Erick Thohir dinilai harus bertanggung jawab atas dugaan jual-beli senjata ilegal ke Myanmar.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama Presiden Joko Widodo. (Istimewa)

Jakarta, Jurznas.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama dua menterinya, yaitu Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Menteri BUMN Erick Thohir dinilai harus bertanggung jawab atas dugaan jual-beli senjata ilegal oleh tiga BUMN ke junta militer Myanmar.

Tiga BUMN dimaksud ialah PT PINDAD, PT PAL, dan PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Pasalnya Jokowi menjabat sebagai Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Prabowo Subianto menjabat sebagai Ketua Harian KKIP, sementara Erick sebagai Wakil Ketua KKIP.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Nasional Julius Ibrani menjelaskan berdasarkan Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Produk Industri Pertahanan Kontrak Jangka Panjang, alur pengadaan atau penjualan diawali usulan dari Menhan, yang kemudian diajukan kepada KKIP.

"Dalam konteks ini tentu minim akuntabilitas karena regulator, pengusul, dan eksekutor adalah menteri pertahanan itu sendiri," ujar Julius, dalam Diskusi Publik "Junta Myanmar, Pelanggaran HAM dan Problematika Supply Senjata dari Indonesia" di Jakarta Selatan, Senin (9/10/2023).

Junta menuturkan, publik tidak bisa mengakses segala jenis informasi terkait proses pengadaan dan penjualan senjata tersebut.

Lebih lanjut, ia mendukung pelaporan dugaan kasus jual-beli senjata ilegal itu ke Komnas HAM pada Senin, 2 Oktober 2023.

Pelapornya adalah organisasi HAM non-pemerintah yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Myanmar Accountability Project; Wakil Direktur Eksekutif Chin Human Rights Organization, Za Uk; dan mantan Jaksa Agung Indonesia sekaligus eks pelapor khusus hak asasi manusia untuk PBB, Marzuki Darusman.

Di Myanmar telah terjadi pembunuhan, penculikan terhadap aktivis, pembakaran desa-desa, pemerkosaan, pengusiran, dan seterusnya.

"Sementara itu BUMN kita menjadi game keeper supply senjata dari Indonesia kepada junta militer Myanmar. Pertangggungjawaban pelanggar HAM adalah berada pada negara," kata Julius.

Saat ini, ia menekankan, kita dihadapkan pada aktor negara yang tangannya berdarah.

"Menteri Pertahanan dan Presiden Jokowi harus bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi dengan penggunaan senjata produksi Indonesia terhadap situasi keamanan di Myanmar."

Di tempat yang sama, Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative Al Araf sepakat Presiden dan Menhan harus bertanggung jawab.

Ia menambahkan Komisi I DPR pun tak bisa diam saja melihat kasus tersebut.

"Dalam bisnis persenjataan tidak bisa dilakukan secara business as usual, mereka yang menyuplai persenjataan, harus juga ikut bertanggung jawab. Tidak cukup hanya direktur Pindad, tetapi Menteri Pertahanan juga harus bertanggung jawab," kata Al Araf.

Secara khusus, ia menilai seharusnya Jokowi secara resmi meminta kepada junta militer Myanmar agar tidak menggunakan senjata tersebut untuk melakukan pelanggaran HAM.

Sementara itu Ketua Badan Pengurus Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyampaikan sulit mempercayai Jokowi dan Prabowo untuk mengatasi kasus itu.

"Tapi kita harus mendesak agar mereka bertanggung jawab."

Secara khusus ia meminta Komnas HAM cepat merespons pelaporan kasus itu.

Untuk Kementerian Luar Negeri, ia mengingatkan jangan sampai kasus itu menjadi bukti tidak konsistennya kebijakan luar negeri Indonesia.

Di satu sisi mendorong perdamaian di Myanmar tapi di sisi lain menyuplai senjata.

Terhadap para pelapor, ia juga memperingatkan jangan sampai ada ancaman dalam berbagai bentuk.

"(Pelapor) dilindungi UUD 1945," tegasnya.

KEYWORD :

Presiden Jokowi Joko Widodo Jual Beli Senjata Senjata Ilegal Myanmar




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :