Jum'at, 09/05/2025 11:26 WIB

Wayang dan Ruwatan Sukerto Tutup Festival Budaya Spiritual

Pementasan wayang dan Ruwatan Sukerto menutup rangkaian Festival Budaya Spiritual

Ruwatan Sukerto di Balai Kota Surakarta (Foto: Ist)

Surakarta, Jurnas.com - Pementasan wayang dan Ruwatan Sukerto menutup rangkaian Festival Budaya Spiritual, yang digelar oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) Kemdikbudristek di Surakarta, Jawa Tengah pada 17-19 Juli 2023.

Ruwatan Sukerto yang dilaksanakan sebagai rangkaian Malam Satu Suro, merupakan upacara yang bertujuan membersihkan jiwa dengan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa. Harapannya, peserta yang diruwat mendapatkan perlindungan dari segala macam bencana dan penyakit.

Sejak dimulai pada Rabu (19/7) malam, sekitar 100 orang peserta ruwatan dari segala usia mengenakan kain putih sepanjang dua meter yang dililitkan di badan. Mereka semua berkumpul di halaman Balai Kota Surakarta.

Direktur KMA Kemdikbudristek, Sjamsul Hadi menyebut kegiatan ini merupakan kegiatan tahunan. Setelah sukses menyelenggarakan acara serupa tahun lalu di Yogyakarta dan Jakarta, kini giliran Surakarta, sebelum nanti rencananya bakal digelar di Lampung.

"Dalam menyambut Malam Satu Suro ini kita bersama-sama membangun introspeksi diri, mengevaluasi diri, harapan dengan peserta mengikuti ruwat sukerto ini kiranya mendapat berkah, keselamatan, kesehatan dan dijauhkan dari marabahaya," kata Sjamsul kepada awak media.

"Semoga para peserta yang mengikuti acara ruwatan mendapatkan kesehatan dan keselamatan," imbuh Direktur KMA seraya menyerahkan Wayang Betara Kala (raksasa besar) secara simbolis kepada dalang sebagai tanda dimulainya prosesi ruwatan yang dipimpin oleh Dalang Ki Purbo Asmoro.

Sebelum ruwatan, para peserta meminta maaf kepada orang tua, kemudian duduk di belakang dalang untuk menyaksikan pertunjukan wayang kulit dengan cerita `Murwakala`.

Setelah itu, para peserta secara bergiliran melakukan prosesi potong rambut yang nantinya rambut tersebut akan dibuang ke sungai atau laut. Lalu dilakukan siraman oleh dalang/orang tua.

Tahap berikutnya adalah pelepasan merpati yang menandai hilangnya segala keburukan dan berganti menjadi semangat dan harapan terbaik untuk masa depan. Selanjutnya, prosesi pemecahan kendi berisi air bunga sebagai tanda selesainya seluruh rangkaian prosesi ruwatan.

Usai ruwatan, Ki Purbo Asmoro memimpin pagelaran wayang kulit semalam suntuk bertajuk `Bima Rahayu`. Tema ini, menurut Sjamsul, merupakan tema baru yang disiapkan secara khusus.

"Bimo Rahayu ini akan memberi petuah-petuah leluhur bahwa kita harus mengurus menjaga budaya spiritual," terang dia.

Acara Ruwatan Sukerto mendapat apresiasi dari masyarakat. Kinanthi Rahayu, salah satu peserta ruwatan mengetahui kegiatan ini dari sang ayah.

"Perasaan saya senang, deg-degan, dan lega. Harapannya, di masa depan segala urusan dan cita-cita saya menjadi dosen diberi kelancaran," kata mahasiswa semester 3, Prodi Pendidikan Seni Musik, Universitas Negeri Semarang (Unnes) itu.

Peserta lainnya, Slamet yang berprofesi sebagai abdi dalam Keraton Surakarta mengatakan bahwa dia mengikut ruwatan bersama istri dan anak tunggalnya yang bernama Niken.

"Acara ini sangat kami nantikan sebab sebagai orang Jawa meyakini bahwa orang hidup ada halangan. Kami bersyukur dapat mengikuti ruwatan secara gratis yang difasilitasi Kemdikbudristek. Anak saya anak tunggal (istilahnya ontang anting), sementara saya sendiri adalah anak laki dengan dua saudara laki-laki semua. Sedangkan istri saya adalah anak dengan dua saudara perempuan semua," jelas dia.

KEYWORD :

Festival Budaya Spiritual Kemdikbudristek Ruwatan Sukerto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :