Kamis, 25/04/2024 13:03 WIB

60 Persen Produk Minyak Sawit Indonesia Ditujukan untuk Pasar Ekspor

Artinya Indonesia berkontribusi terhadap ketersediaan barang konsumsi, pangan, dan energi untuk dunia.

illustrasi-Petani sawit sedang mengumpulkan Tandan Buah Segar (TBS) sawit. (Biro Humas Kemenkeu)

JAKARTA, Jurnas.com - Hingga saat ini jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit Indonesia telah sebanyak 2.511 yang tersebar di 26 provinsi. Kapasitas produksinya mencapai 84,8 juta ton dengan utilisasi sekitar 55 persen menghasilkan 47 juta ton CPO (minyak sawit mentah).

Demikian disampaikan Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko), Khadikin dalam diskusi bertajuk "Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan", yang diadakan media InfoSAWIT di Jakarta, Rabu (7/6).

"Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit nomor pertama di dunia dengan pangsa pasar 55 persen dari pasar global," kata Khadikin.

Khadikin mengatakan, sekitar 60 persen produk minyak sawit Indonesia ditujukan untuk pasar ekspor. Artinya Indonesia berkontribusi terhadap ketersediaan barang konsumsi, pangan, dan energi untuk dunia.

Dengan perkiraan populasi global mencapai sekitar 9,8 miliar pada tahun 2050, peningkatan kepadatan penduduk perkotaan, diprediksi akan ada tambahan kebutuhan 200 juta ton minyak nabati di masa depan yang dapat dipenuhi oleh minyak sawit karena minyak nabati yang paling efisien dan paling produktif.

Apalagi dengan produksi rata-rata 5 ton per hektare, hanya membutuhkan sekitar 4 juta hektare lahan pertanian, dapat menghemat ratusan juta hektar lahan yang bisa digunakan untuk keperluan lain.

Diakui Khadikin, Industri hasil perkebunan memiliki peran penting bagi sektor industri agro. Pada semester I tahun 2022, dari total ekspor industri agro sebesar US$ 25,12 miliar, 56,6 persennya didominasi oleh produk industri hasil perkebunan.

Hal ini sesuai hilirisasi tahun 2045, di mana Indonesia menargetkan akan menjadi pusat produsen dan konsumen produk turunan minyak sawit dunia, sehingga mampu menjadi price setter (penentu harga) CPO global.

Sementara dikatakan Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Achmad Maulizal Sutawijaya, sektor sawit di Indonesia yang melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja, dapat terus mendorong PDB di sektor perkebunan pada angka yang positif, sehingga PDB Indonesia di triwulan 2022 dapat bertumbuh positif di angka 5,72 persen.

Di mana volume ekspor minyak sawit di tahun 2022 mencapai 34,67 juta ton dengan nilai ekspor sebesar Rp 34,5 triliun.

"Kebijakan pungutan ekspor telah berhasil mendorong hilirisasi dengan komposisi ekspor CPO yang terus menurun. Di samping itu, capaian kinerja imbal hasil dana kelolaan BPDPKS di tahun 2022 mencapai Rp 800 miliar atau naik 123,31 persen," katanya.

Terkait kebijakan regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR), Mauli mengatakan, negara produsen minyak sawit masih memiliki bargaining position karena terlihat kebutuhan konsumsi domestik akan minyak nabati di Uni Eropa belum terpenuhi dan dipenuhi oleh negara importir minyak nabati.

Sebelumnya peningkatan demand bahan bakar biodiesel di Uni Eropa merupakan peluang bagi kelapa sawit untuk terus melakukan penetrasi pasar.

"Namun dengan implementasi EUDR di tahun 2023, produsen biodiesel sawit di Indonesia perlu meningkatkan aspek sustainability dari rantai pasoknya, sehingga pangsa pasar bahan baku industri biodiesel di Uni Eropa tidak menurun," kata Mauli.

Sebab itu, ke depan guna mendukung industri akan dilakuka landasan strategi komunikasi untuk wilayah Uni Eropa dilakukan melalui empat langkah yakni, pertama, Legal actions untuk menyelesaikan permasalahan diskriminasi terkait perdagangan kelapa sawit Indonesia.

Lantas kedua, bilateral relationships untuk menjalin hubungan bilateral sebagai upaya persuasive antarnegara untuk meredam tren diskriminasi kelapa sawit pada negara-negara Uni Eropa. Ketiga, Certification untuk menerapkan sertifikasi sustainable yang diakui internasional untuk menembus pasar ekspor.

"Serta keempat media coverage dengan memanfaatkan channel komunikasi yang paling dipercaya di tiga negara (Jerman, Prancis dan Belgia)," ungkap Mauli.

Dikatakan Dewan Redaksi InfoSAWIT, Edi Suhardi, munculnya kebijakan EUDR, memang akan memunculkan kekhawatiran terkait keberlanjutan dalam integrasi industri kelapa sawit. Sebab itu, dibutuhkan kompromi perdagangan yang adil, hambatan perdagangan dan proteksionisme, dan deprivasi pengentasan kemiskinan.

Diakui atau tidak, kata Edi, keberlanjutan minyak sawit telah menjadi keharusan dengan berbagai standar dan sistem; definisi dan kriteria keberlanjutan akan terus berkembang. Hanya saja pekebun perlu menentukan posisi dan platform komitmen keberlanjutannya, akankah masih berkutat di proses yang lebih progresif atau tradisional.

"Perlu mengenali keragaman pasar dan standar keberlanjutan multi-tier dan membangun koalisi minyak sawit untuk menolak upaya menciptakan norma keberlanjutan pasar tunggal," katanya.

Ke depan perlu pula membangun komitmen baru yang berimbang pada keberlanjutan (sustainability), apalagi Uni Eropa bukan satu-satunya pembawa standar minyak kelapa sawit berkelanjutan.

"Pasar Uni Eropa akan tetap menjadi potensi pasar dengan standar yang ketat. Sementara label bebas deforestasi dan keberlanjutan tidak akan mempengaruhi ekspor minyak sawit Indonesia ke Uni Eropa, pasar terus beradaptasi. Namun, itu hanya akan berpengaruh terhadap petani sawit swadaya," katanya.

KEYWORD :

Minyak Sawit Indonesia Uni Eropa CPO




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :