Sabtu, 27/04/2024 01:21 WIB

Denny JA: Istilah Petugas Partai Melemahkan Ganjar di Hadapan Prabowo

Padahal, partai politik tidak boleh posisinya lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga presiden dan presidennya. Tak ada dalam konstitusi, tak ada dalam tradisi politik yang sehat bahwa presiden harus bertanggung jawab kepada partainya.

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Elektabilitas Gubernur Jawa Tengah yang juga calon presiden dari PDI Perjuangan Ganjar Pranowo, tercatat mengalami penurunan berdasarkan survei opini publik Litbang Kompas 29 April-10 Mei 2023.

Pada jajak pendapat tersebut, elektabilitas Prabowo Subianto unggul dengan 24,5 persen, sedangkan Ganjar Pranowo menurun dan berada di posisi kedua dengan 22,8 persen.

Survei yang baru saja dirilis Litbang Kompas tersebut menyerupai hasil yang sudah lebih dahulu dirilis oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada 19 Mei 2023. Dalam hasil surveinya, LSI Denny JA juga menemukan Prabowo Subianto kini elektabilitasnya berada di urutan pertama dan unggul atas Ganjar Pranowo di urutan kedua.

Dalam hasil surveinya, Kompas memberi alasan dukungan Ganjar Pranowo menurun karena blunder komentar yang dihubungkan oleh netizen ikut menyebabkan batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.

Namun, LSI Denny JA menggali lebih dalam penyebab tambahan kenapa dukungan kepada Ganjar Pranowo mengalami penurunan. Ganjar Pranowo dinilai gagal untuk isu kemiskinan di Jawa Tengah. Merujuk pada data BPS 2022, selama dua periode menjadi gubenur, persentase penduduk miskin di Jawa Tengah lebih banyak dibandingkan rata- rata di Indonesia.

Selain itu, LSI Denny JA juga mengungkapkan penyebab lainnya elektabilitas Ganjar Pranowo menurun adalah karena dia merupakan petugas partai yang dideklarasikan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

“Kini, banyak beredar di internet bahwa Ganjar Pranowo adalah Boneka Megawati Soekarnoputri,” kata pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (24/5).

Denny menyebut, dalam berita yang dimuat Warta Ekonomi pada 3 Mei 2023, judul yang dimuat cukup mencolok, yakni “Sinyal Ganjar Pranowo Akan Dijadikan Boneka Megawati, Rizal Ramli: KW-2 Jokowi".

Menurut Denny JA, apa yang disampaikan Rizal Ramli dalam berita tersebut cukup keras dengan mengatakan Ganjar Pranowo tidak memiliki apapun yang bisa diandalkan.

“Cerdas kagak, mimpi saja ndak punya, prestasi dan integritas payah, keberpihakan sama rakyat tidak punya, cari boneka KW2-nya Jokowi, kok tega,” begitu kutipan pernyataan Rizal Ramli dalam berita tersebut.

Denny JA juga menyebut berita yang dipublikasikan Warta Ekonomi pada 24 April 2023 yang menampilkan tweet Ariel Heryanto, akademisi Indonesia yang pernah mengajar di banyak negara menulis. Melalui akun Twitter @ariel_heryanto, dia menulis: “Remember, who is the boss (Ingat, siapa bosnya),” tulis Ariel.

Guru Besar di Monash University itu bahkan dengan tegas mengatakan apa yang dapat diharapkan dari calon presiden yang populer di ruang publik, tapi tidak paling berkuasa di lingkungan elit negara.

“Salahkah menyatakan capres itu, lalu menjadi presiden, sebagai petugas partai? Jawaban singkat, sedikit benarnya, banyak salahnya,” ujar Denny JA.

Menurutnya, sedikit benar karena capres memang diajukan oleh partai politik atau koalisi partai politik dan aturannya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak berarti bahwa presiden adalah petugas partai.

Di sisi lain, sambung Denny JA, pernyataan tersebut salah karena kata petugas juga menyiratkan sang capres, yang kemudian menjadi presiden, seolah bawahan dari partai. Jika begitu, pemberi tugas, yakni partai politik, memiliki posisi lebih tinggi dibandingkan yang ditugaskan sebagai capres atau presiden.

“Padahal, partai politik tidak boleh posisinya lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga presiden dan presidennya. Tak ada dalam konstitusi, tak ada dalam tradisi politik yang sehat bahwa presiden harus bertanggung jawab kepada partainya,” ungkap Denny JA.

Ia pun mengutip pernyataan terkenal dari mantan Presiden Amerika Serikat, John F Kennedy, “Ketika saya menjadi presiden, loyalitas saya berhenti kepada partai karena beralih kepada negara".

Apa yang disampaikan John F Kennedy, juga dikatakan Presiden Persemakmuran Filipina 1935-1944, Manuel L Quezon.

Denny JA menegaskan, dalam menjalankan pemerintahan dan mengambil keputusan sehari-hari, seorang presiden tak harus direstui dulu oleh ketua umum partainya. Sehingga, membuat presiden tampak sebagai petugas partai, dapat dianggap merendahkan lembaga presiden.

Oleh karena itu, PDI Perjuangan menjadi olok-olok di ruang publik Ketika mendeklarasikan capres Ganjar Pranowo sebagai petugas partai, yang bahkan pernah dialami Presiden Jokowi.

Selain itu, Denny JA juga mengatakan, pada Pilpres 2024, status Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto pun menjadi tidak sebanding. Jika Ganjar Pranowo hanya berstatus petugas partai, maka Prabowo Subianto adalah pendiri dan ketua umum partai politik.

Maka, tak heran jika untuk citra pemimpin yang kuat dan tegas, Ganjar Pranowo kalah jauh dibandingkan Prabowo Subianto, bahkan dibandingkan dengan Anies Baswedan.

“Pilpres masih sembilan bulan lagi. Banyak hal masih mungkin berubah. Jika publik semakin tersadar Indonesia kini memerlukan pemimpin yang kuat dan kesadaran itu meluas, capres yang menjadi petugas partai akan semakin tidak popular,” tutup Denny JA.

 

KEYWORD :

LSI Denny JA elektabilitas survei Prabowo Subianto Ganjar Pranowo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :