Sabtu, 27/04/2024 17:22 WIB

Tutup AICIS, Wamenag: Agama Harus Jadi Solusi, Bukan Masalah

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menegaskan bahwa agama harus dapat dihadirkan sebagai solusi atas beragam persoalan

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid (Foto: Ist)

Jurnas.com - Agama/" style="text-decoration:none;color:red;font-weight:bold">Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menegaskan bahwa agama harus dapat dihadirkan sebagai solusi atas beragam persoalan. Agama tidak semestinya menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Karenanya, diperlukan rekontekstualisasi ajaran agama.

Pesan ini disampaikan saat menutup Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-22 bertajuk `Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace` pada 2-4 Mei 2023 di UIN Sunan Ampel Surabaya. Ajang diskusi ini diikuti para pakar keagamaan dalam dan luar negeri.

"Agama harus hadir menjadi problem solver, bukan bagian dari masalah itu sendiri, dan itu harus dimulai dari konstruksi fikih yang ramah terhadap perbedaan dan perubahan," tegas Wamenag di Surabaya, pada Kamis (4/5/2023).

Islam, lanjut Wamenag, hendaknya dapat menjadi penawar bagi persoalan global yang hingga kini masih membutuhkan peran nyata dari agama itu sendiri. Fikih sesuai dengan wataknya sangat terbuka lebar bagi munculnya pemahaman dan paradigma baru.

"Sehingga, diperlukan wadah yang memberikan kesempatan kepada para ahli (expert) dan para pakar ahli bidang Islamic Studies untuk menyumbangkan pemikiran brilian untuk tatanan kehidupan umat manusia yang lebih baik," imbuh dia.

AICIS menghasilkan sejumlah pokok pikiran atau gagasan dalam bentuk rekomendasi yang disebut Surabaya Charter. Enam rekomendasi yang dihasilkan, yaitu:

1. Rekontekstualisasi semua doktrin dan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan prinsip martabat manusia, kedamaian dan keadilan;

2. Menjadikan maqashid al-syariah (tujuan tertinggi hukum Islam) sebagai prinsip penuntun reformulasi fikih;

3. Definisi, tujuan dan ruang lingkup fikih harus didefinisikan ulang atas dasar integrasi pengetahuan Islam, ilmu sosial dan hak asasi manusia untuk mengatasi masalah kontemporer;

4. Menafsirkan ulang semua doktrin fikih yang mengkategorikan dan mendiskriminasi manusia atas dasar agama atau etnis, seperti konsep kafir dzimmy dan kafir, atau memandang selain Muslim sebagai tidak setara dan warga negara kedua;

5. Menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, khususnya yang berbasis agama, harus ditolak keras;

6. Memelihara keberagaman dalam hidup berdampingan yang toleran dan damai yang menerapkan prinsip moderasi, kesetaraan dan keadilan beragama.

"Hasil rumusan Surabaya Charter yang telah dideklarasikan diharapkan menjadi dokumen akademik sebagai tawaran bagi umat Islam dan dunia dalam menghadapi dinamika kehidupan majemuk dan kompleks," tutup Wamenag.

KEYWORD :

Wakil Menteri Agama Wamenag Agama AICIS 2023




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :