Kamis, 25/04/2024 11:58 WIB

Presiden Putin Terbuka Bahas Proposal Perdamaian China untuk Akhiri Perang Ukraina

KTT itu terjadi ketika China berusaha untuk menggambarkan dirinya sebagai pihak netral dalam konflik Ukraina, tetapi Washington memperingatkan dunia agar tidak tertipu oleh langkah Beijing.

Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin berjalan setelah pembicaraan mereka di Kremlin di Moskow, Rusia, pada 20 Maret 2023. (Foto: Grigory Sysoyev, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP)

JAKARTA, Jurnas.com - Presiden Vladimir Putin mengatakan kepada timpalannya dari China, Xi Jinping pada hari Senin (20/3) bahwa Rusia terbuka untuk membahas proposal China untuk mengakhiri pertempuran di Ukraina pada awal pembicaraan berisiko tinggi di Kremlin.

KTT itu terjadi ketika China berusaha untuk menggambarkan dirinya sebagai pihak netral dalam konflik Ukraina, tetapi Washington memperingatkan dunia agar tidak tertipu oleh langkah Beijing.

Perjalanan tiga hari Xi juga berfungsi sebagai unjuk dukungan untuk Putin yang diisolasi secara internasional, hanya beberapa hari setelah pengadilan kejahatan perang mengeluarkan surat perintah penangkapannya atas tuduhan mendeportasi anak-anak Ukraina secara tidak sah.

"Kami selalu terbuka untuk negosiasi," kata Putin kepada pemimpin China itu, yang melakukan kunjungan pertamanya ke Moskow sejak dimulainya intervensi militer Rusia di Ukraina tahun lalu.

Xi dan Putin berkumpul untuk membahas Proposal China (makalah 12 poin yang dirilis bulan lalu) tentang konflik Ukraina, yang mencakup seruan untuk dialog dan penghormatan terhadap kedaulatan teritorial semua negara.

Selama pertemuan pertamanya dengan Putin, Xi memuji hubungan dekat dengan Rusia dan pemimpin Rusia itu mengatakan kedua negara memiliki banyak tujuan dan tugas yang sama.

Kantor berita negara RIA Novosti mengatakan pembicaraan antara pemimpin Rusia dan China berlangsung selama empat setengah jam. Keduanya akan bertemu lagi untuk pembicaraan formal pada hari Selasa.

Kunjungan Xi juga datang hanya beberapa hari setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Putin atas tuduhan mendeportasi anak-anak Ukraina secara tidak sah.

Beijing mengatakan pada hari Senin bahwa ICC harus menghindari apa yang disebutnya "politisasi dan standar ganda" dan menghormati prinsip kekebalan bagi kepala negara.

Rusia mengatakan telah membuka penyelidikan kriminal terhadap jaksa ICC Karim Khan, dengan mengatakan dia telah menuduh "seseorang yang diketahui tidak bersalah" dan merencanakan "serangan terhadap perwakilan negara asing yang mendapat perlindungan internasional".

Beijing dan Moskow semakin dekat dalam beberapa tahun terakhir di bawah kemitraan yang berfungsi sebagai benteng diplomatik melawan Barat.

China mengecam apa yang dilihatnya sebagai kampanye tekanan yang dipimpin Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia saat upaya militer Moskow di Ukraina berlarut-larut, alih-alih menyerukan apa yang disebutnya mediasi konflik yang "tidak memihak".

"Tidak boleh ada satu negara pun yang mendikte tatanan internasional," tulis Xi dalam artikel surat kabar Rusia yang diterbitkan pada Senin.

Sikap Beijing telah menuai kritik dari negara-negara Barat, yang mengatakan China memberikan kedok diplomatik untuk intervensi bersenjata Moskow. Mereka berpendapat bahwa proposal China berat pada prinsip-prinsip besar tetapi ringan pada solusi praktis.

 

Analis mengatakan langkah Xi tidak mungkin menghasilkan penghentian permusuhan, tetapi perjalanannya akan diawasi dengan ketat di ibu kota Barat.

The Wall Street Journal (WSJ) telah melaporkan bahwa Xi juga dapat merencanakan panggilan telepon pertamanya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy sejak konflik dimulai.

Zelenskyy mengatakan dia akan menyambut pembicaraan dengan mitranya dari China.

Sumber: AFP

KEYWORD :

Hubungan China Rusia Vladimir Putin Xi Jinping Amerika Serikat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :