Kamis, 25/04/2024 16:31 WIB

Angka Kehamilan Tidak Diinginkan di Bali Masih Memprihatinkan

Kehamilan tidak diinginkan merupakan salah satu permasalahan kesehatan reproduksi.

Ilustrasi perempuan hamil (Foto: Graytvinc)

JAKARTA, Jurnas.com - Hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21) yang telah dimutakhirkan pada 2022 menyebut angka Kehamilan Tidak Diinginkan di Provinsi Bali berada di angka 8,57 persen dari total jumlah kehamilan Pasangan Usia Subur (PUS) pada wanita yang telah kawin. Berdasarkan PK-21, di Bali sendiri tercatat ada 16.129 pasangan usia subur.

Hal tersebut menjadi kerisauan para dokter di Bali yang tergabung dalam Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Sebab, kehamilan tidak diinginkan merupakan salah satu permasalahan kesehatan reproduksi.

Kehamilan tidak diinginkan ini juga merupakan pemicu dari lahirnya anak yang stunting. Tidak hanya itu, kehamilan tidak diinginkan merupakan pemicu dari terjadinya aborsi llegal yang menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan reproduksi bahkan bisa mengakibatkan kematian.

"Permasalahan Kesehatan Reproduksi merupakan hal yang perlu diperhatikan dari berbagai pihak. POGI sebagai Organisasi Profesi ikut memberikan perhatian khusus terhadap KTD di Provinsi Bali," kata Perwakilan POGI Provinsi Bali, dr. Made Dharmaya dalam keterangan resmi, Sabtu (4/2)

Pernyataan ini Made Darmaya sampaikan dalam kunjungan ke Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi pada Jumat (27/1).

Menurut Made Darmaya, POGI melihat adanya fenomena yang terjadi di masyarakat di Bali di mana adanya pemikiran “sing beling sing nganten” atau tidak hamil tidak menikah yang diterapkan oleh para remaja dan calon pengantin dan sayangnya juga didukung oleh orang tua.

Untuk melihat bagaimana fenomena ini terjadi di Provinsi Bali menurut Made Darmaya, POGI bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) akan melakukan penelitian terkait hal tersebut.

"Nanti kita akan melakukan penelitian lebih lanjut terkait hal ini. Kita akan melihat latar belakang paradigma ini, serta sejauh mana paradigma ini mempengaruhi para remaja dan calon pengantin," ujar Made Damaya.

Diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini, para pemangku kebijakan dapat mengambil langkah strategis dalam menghadapi permasalahan Kehamilan Tidak Diinginkan.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, Ni Luh Gede Sukardiasih menyambut dengan baik terkait adanya penelitian tersebut. Apalagi BKKBN sebagai leading sector dalam percepatan penurunan stunting di Provinsi Bali,

"Paradigma sing beling sing nganten akan memicu lahirnya bayi stunting karena tidak direncanakan sehingga dalam upaya percepatan penurunan stunting tahun ini kita akan lebih menyasar dari hulu yaitu Remaja sehingga lebih paham dan juga tentunya menyasar Calon Pengantin,” kata perempuan yang akrab disapa dr. Luh De ini.

Menurut Luh De, berbagai upaya telah dilaksanakan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi Bali antara lain membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berperan dalam melakukan pendampingan kepada Calon Pengantin untuk melakukan skrining pra nikah minimal 3 bulan sebelum melangsungkan perkawinan.

Kemudian, sosialisasi pencegahan stunting yang gencar dilaksanakan mulai dari Sekolah menengah Pertama sampai Jenjang Perguruan Tinggi, berbagai kegiatan positif yang melibatkan remaja juga gencar dilaksanakan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi Bali dalam satu wadah yaitu Genre (Generasi Berencana).

Diharapkan dengan adanya Kerjasama yang baik ini antara POGI Provinsi Bali dan Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, target penurunan prevalensi stunting Provinsi Bali Tahun 2023 sebesar 7,71 persen dapat dicapai.

KEYWORD :

Pasangan Usia Subur Angka Kehamilan Tidak Diinginkan POGI BKKBN Bali




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :