Kamis, 25/04/2024 08:42 WIB

Pertumbuhan Penduduk Seimbang, Jokowi: Tak Ada Resesi Seks di Indonesia

Tujuan dari pembangunan penduduk yang hendak dicapai adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Presiden Joko Widodo memberikan arahannya pada pembukaan Rapat Kerja Nasional membahas Strategi Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) serta Program Percepatan Penurunan Stunting tahun 2023, Jakarta, Rabu (25/1).

JAKARTA, Jurnas.com - Angka Total Fertility Rate (TFR) atau rata-rata perempuan Indonesia melahirkan anak berada pada rasio 2,1. Hal ini menunjukkkan pertumbuhan penduduk Indonesia terjaga dan tidak ada resesi seks seperti yang dialami di berbagai negara.

Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pembukaan Rapat Kerja Nasional membahas Strategi Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) serta Program Percepatan Penurunan Stunting tahun 2023, Jakarta, Rabu (25/1).

"Saya senang, angka yang disampaikan Dokter Hasto (Kepala BKKBN), pertumbuhan penduduk kita di angka 2,1 dan yang menikah 2 juta, yang hamil 4,8 juta per tahun Artinya di Indonesia tidak ada resesi seks," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, tujuan dari pembangunan penduduk yang hendak dicapai adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia. "Dan ingat, ya, namanya jumlah penduduk sekarang ini menjadi sebuah kekuatan ekonomi bagi sebuah negara. Tetapi yang paling penting adalah kualitas (penduduk)," kata Jokowi.

Sementara itu,Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo dalam arahannya mengatakan bahwa BKKBN memiliki tugas untuk menjaga pertumbuhan penduduk seimbang serta meningkatkan kualitas keluarga.

Istilah TFR menurut Hasto memiliki arti bahwa perempuan itu harus melahirkan anak berapa sehingga ketika total TFR ditarget 2,1 dalam rangka untuk pertumbuhan penduduk seimbang ini adalah target dalam 2024.

Dari hasil Pendataan Keluarga tahun 2021 (PK-21) dan dimutakhirkan pada 2022 oleh BKKBN dan juga survei menunjukkan bahwa saat ini angka TFR sudah mendekati 2,1.

"Angka 2,1 berarti bahwa perempuan-perempuan hanya praktis melahirkan satu anak perempuan rata-rata sehingga pas sekali bahwa satu perempuan meninggal digantikan 1 perempuan yang lahir, sehingga nanti akan berkesinambungan dan sustainability-nya tetap terjaga. Namun, penduduk masih tambah karena kematiannya lebih rendah daripada kelahiran," kata dia.

Menurut Hasto pertumbuhan penduduk saat ini hanya mengandalkan pertambahan angka usia atau angka harapan hidup.

"Oleh karena itu, angka 2,1 adalah angka yang pas sekal. Namun demikian, amannya memang bisa lebih sedikit dari 2,1. Ini karena semakin ke depan rata rata perempuan menikah usianya semakin mundur, rata-rata sudah mencapai angka 22 tahun untuk perempuan," tutur dia.

Selanjutnya, Hasto juga menyampaikan bahwa beberapa provinsi di Indonesia sudah memasuki bonus demografi yakni rasio ketergantungan penduduk yang produktif lebih banyak ketimbang penduduk yang tidak produktif.

"Ada provinsi yang mencapai 41 setiap 100, ada yang masih 46 dan 47, tetapi masih ada beberapa provisinsi yang masih belum jelas kapan mau memasuki fase bonus demografi. Oleh karena itu ,problem kesenjangan antarprovinsi baik terkait dengan total TFR tadi dan juga bonus demografi menjadi tantangan tersendiri," kata Hasto.

Setelah melewati masa bonus demografi, sambung mantan bupati Kulon Progo, populasi penduduk di Indonesia pada 2035 akan didominasi penduduk lanjut usia.

"Oleh karena itu beban generasi muda di tahun 2035 sampai mendekati tahun 2045 tentu menjadi besar dan apa yang menjadi arahan presiden tentang Indonesia Emas perlu kita dukung bersama kemudian disiapkan secara bersama-sama," ujar Hasto.

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa ada beberapa provinsi besar yang angka prevalensi stuntingnya turun lima persen padahal masih dalam masa pandemi.

"Masa pandemi saja bisa turun ini khususnya Sumatera Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, Riau itu turunnya 5 persen, jadi selamat. Saya juga laporkan bahwa ada 2 provinsi besar yang turunnya pada angka 3 persen. Karena kalau mau turun ke 14 persen itu bukan hanya persentase yang mesti turun, tapi nominal juga. Ada 2 provinsi besar yang turunnya di atas 3% yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Karena kita juga butuh secara nominal turun besar," kata Budi.

Sebagai informasi, hasil survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan angka prevalensi stunting di Indonesia turun sebesar 2,8 persen dari angka 24,4 persen tahun lalu menjadi 21,6 persen di tahun 2022.

KEYWORD :

Resesi Seks Joko Widodo BKKBN Hasto Wardoyo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :