Kamis, 03/07/2025 17:29 WIB

Peneliti: Tidak Ada Salahnya Pertimbangkan Opsi Impor Beras

Peneliti: Tidak Ada Salahnya Pertimbangkan Opsi Impor Beras.

Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) Bambang Sugiarto menegaskan kondisi perberasan Indonesia lima tahun ke depan tetap tersedia bahkan selalu tersedia lebih dari cukup sepanjang waktu.

JAKARTA, Jurnas.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran mengatakan, impor beras harus dipertimbangkan apabila dihadapkan oleh tiga kondisi. Pertama, ketersediaan cadangan beras tidak mencukupi hingga waktu panen tiba.

"Kedua, harga beras mengalami peningkatan baik di pasar tradisional maupun di supermarket. Ketiga, harga beras nasional lebih mahal dibandingkan harga beras di pasar internasional," kata Hasran saat dihubungi Jurnas.com, Rabu (23/11).

Menurut Hasran, cadangan beras di tingkat nasional pada pekan keempat september 2022 mencapai 6,8 juta ton. Stok sebanyak ini diperkirakan hanya mampu bertahan selama 81 hari, dengan asumsi pemakaian stok beras per harinya mencapai 84.330,07 ton.

"Musim panen baru akan terjadi pada bulan Februari, sehingga masih ada permintaan beras selama sebulan yang harus dipenuhi," kata Hasran.

Kenaikan harga beras di dalam negeri relatif rendah secara bulanan belakangan ini. Data Indeks Bulanan Rumah Tangga (Indeks Bu RT) CIPS menunjukkan, rata-rata harga beras supermarket di Jakarta tidak berubah dari Juli hingga Oktober 2022 di Rp 12.800 per kg. Namun jika dibandingkan dengan Oktober 2021, harganya masih lebih tinggi 2,22 persen.

Di pasar tradisional, data PIHPS menunjukkan bahwa terjadi kenaikan secara bulanan pada harga beras yang terjadi sejak Juli. Sejak juli 2022, harga beras di pasar tradisional mengalami kenaikan sebesar 3,46 persen.

Dibandingkan bulan September, harga beras di pasar tradisional naik dari Rp 11.750  per kg pada September menjadi Rp 11.950 per kg pada Oktober. Selain itu, harga beras bulan oktober merupakan yang tertinggi dalam setahun terakhir.

"Mayoritas keluarga berpenghasilan rendah di Indonesia membeli kebutuhan pokoknya di pasar tradisional. Tentu saja kenaikan harga di pasar tradisional ini berdampak terhadap mereka," ujar dia.

Jika dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN seperti Filipina dan Thailand, harga beras di Indonesia juga masih cenderung mahal. Selain itu krisis iklim sudah berdampak pada sektor pertanian dimana ada risiko tertundanya panen dan musim panen yang menyebabkan berkurangnya produksi. Sementara jumlah permintaan di akhir tahun cenderung meningkat.

"Sehingga tidak ada salahnya jika pemerintah mempertimbangkan opsi impor beras dengan tujuan untuk mengontrol harga di dalam negeri yang masih cenderung tinggi, impor ini juga perlu untuk menjamin ketersediaan hingga akhir tahun dan sebelum musim panen tiba," tuturnya.

Ia mengatakan, penelitian CIPS menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia termasuk keluarga miskin di perdesaan, termasuk petani, adalah konsumen net beras, yang artinya mereka mengonsumsi lebih banyak dari yang mereka hasilkan.

"Mahalnya harga beras memaksa mereka untuk mengeluarkan biaya lebih untuk konsumsi sehari-hari, bahkan lebih besar dari apa yang mereka hasilkan dari penjualan berasnya sendiri. Jadi, selagi memenuhi salah satu dari tiga kondisi di atas, adanya opsi impor beras tidak akan merugikan petani," kata dia.

Selain itu, jika ingin melindungi kesejahteraan petani sebaiknya pemerintah mengupayakan agar petani lebih efisien dan produktif dalam memproduksi beras melalui adopsi teknologi pertanian maupun melalui penyediaan bibit unggul.

KEYWORD :

CIPS Hasran Impor Beras




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :