Kamis, 18/04/2024 10:34 WIB

Bimbingan Pranikah Jadi Kendala Kasus Stunting di Bali

Bimbingan Pranikah Jadi Kendala Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Bali.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dokter Hasto Wardoyo. (Foto: Ist)

JAKARTA, Jurnas.com - Angka prevalensi stunting Provinsi Bali paling rendah di Indonesia, yaitu 10,9 persen. Total rata-rata kesuburan atau Total Fertility Rate (TFR) di Bali juga berada pada angka 1,9 yang berarti satu perempuan rata-rata hanya melahirkan dua anak.

"Bali adalah contoh best practice dalam upaya percepatan penurunan stunting. Angka prevalensi stunting di Bali terendah di Indonesia yakni 10,9 persen. Angka TFR di Bali 1,9 yang artinya satu perempuan melahirkan satu atau paling banyak dua anak," kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo dalam pembukaan Konsolidasi Perencanaan Program dan Anggaran Program Bangga Kencana (e-Koren) II di Denpasar, Bali, pekan lalu.

Kendati demikian, Bali masih menghadapi kendala dalam upaya mempercepat pencapaian target menurunkan prevalensi stunting, terutama untuk mencegah lahirnya bayi stunting baru. Kendala itu terkait adat dan kebiasaan dalam pernikahan.

Sebagaimana diungkapkan Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra yang mengatakan calon pengantin di Bali tidak bisa mendapatkan bimbingan pra-nikah untuk pencegahan stunting.

"Ini terjadi karena perbedaan adat kebiasaan di Bali. Pelaporan pernikahan biasanya terlebih dahulu melapor ke Desa Adat sehingga para petugas yang membimbing para calon pengantin tidak langsung tahu pasangan yang akan menikah. Sehingga seringkali bimbingan dilakukan setelah pernikahan terjadi bahkan sesudah terjadinya kelahiran," kata Dewa Made Indra.

Menurut Dewa Made, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan Desa Adat dan para pemuka agama untuk mengatasi hal tersebut.

"Kita berharap penanganan stunting ini melibatkan Majelis Desa Adat dan pemuka agama. Sudah kita lakukan. Supaya betul-betul bimbingan kita bisa sampai kepada warga masyarakat kita sebelum mereka menikah (pra nikah)," ujar Dewa.

Menyikapi hal tersebut, para pemangku kepentingan melakukan langkah-langkah melalui kampanye percepatan penurunan stunting kolaborasi Komisi IX DPR-RI dan BKKBN serta Pemerintah Kabupaten Buleleng.

Dalam kegiatan kampanye percepatan penurunan stunting di Desa Dencarik, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Sabtu (01/10) untuk melakukan screening pranikah sebagai upaya pencegahan stunting.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (P3AKB) Kabupaten Buleleng Nyoman Riang Pustaka mengatakan screening pranikah dapat menjadi kebiasaan bagi masyarakat Bali yang mayoritas pemeluk Hindu.

Menurut Riang, pemeriksaan calon pengantin belum membudaya di tengah masyarakat Bali, berbeda dengan umat lain yang bahkan ada kursus bagi calon pengantinnya.

"Bagi pasangan calon pengantin saya harap tiga bulan sebelumnya melapor dulu ke aparat desa agar diperiksa kesehatannya. Mari jadikan budaya. Dimulai dari (Desa) Dencarik," kata Riang yang mewakili Pejabat Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana.

Riang mengatakan deteksi kesehatan calon pengantinsangat bermanfaat untuk menciptakan keluarga berkualitas. Kasus stunting jelas bisa dihindari jika calon orangtuanya sudah memiliki pengetahuan cukup.

Direktur Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) BKKBN Eka Sulistia Ediningsih mengajak ibu-ibu yang hadir memanfaatkan akun media sosial masing-masing untuk mengampanyekan pentingnya pencegahan stunting.

Meski Bali, menurut Eka, prevalensi stuntingnya jauh di bawah rerata nasional, bukan berarti masyarakat Bali boleh lengah. "Upaya antisipasi harus tetap ada bila perlu sampai zero kasus," kata Eka sembari berterima kasih kepada Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana yang punya komitmen untuk turun langsung ke tengah masyarakat.

Sementara itu, Kariyasa Adnyana mengungkapkan, membaiknya sektor pariwisata pascapandemi Covid-19 mesti disyukuri masyarakat Bali. Salah satu caranya dengan menjaga kualitas kesehatan.

Sebab, kata Kariyasa, pariwisata sangat tergantung dengan isu-isu sensitif seperti kesehatan. Jika masyarakat Bali sudah sehat, tidak ada stunting, maka menjadi bahan promosi yang baik untuk menarik kunjungan wisatawan.

"Makanya orang Bali itu harus sehat-sehat. Jangan sampai stunting. Selain merugikan pariwisata, penderita stunting akan menjadi beban negara. Kalau jumlahnya banyak bahkan bisa menggangu stabilitas perekonomian nasional," tegas dia.

Sebelumnya Plt. Perbekel (Kepala Desa) Dencarik Ida Kade Swastika, mengaku di wilayahnya masih terdapat beberapa kasus balita gizi buruk. Dengan adanya kampanye ini, ia berharap persoalan itu bisa diatasi secara gotong royong dan mencegah kasus serupa muncul di kemudian hari.

"Terima kasih desa kami telah dipilih sebagai lokasi kampanye penurunan stunting yang notabene satu-satunya di Kecamatan Banjar. Semoga masyarakat kami mampu mengimplementasikan pengetahuan sehingga anak-anak kami tumbuh sehat sesuai harapan," kata Ida Kade.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali dr. Luh Gede Sukardiasih juga turut memaparkan materi tentang upaya-upaya yang wajib dilakukan ibu rumah tangga guna menciptakan keluarga berkualitas.

KEYWORD :

Provinsi Bali BKKBN Hasto Wardoyo Percepatan Penurunan Stunting




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :