Kamis, 16/05/2024 15:35 WIB

Lindungi Masyarakat Luas, Mayoritas Pakar Dukung Regulasi BPA

Suara para pakar kesehatan sepakat menegaskan kandungan BPA sangat berbahaya.

Air isi ulang. (Foto : Jurnas/Ist).

Jakarta, Jurnas.com- Rancangan perubahan PerkaBPOM No 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan khususnya pelabelan Bisphenol - A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polycarbonate dengan kode daur ulang 7 harus segera disahkan pemerintah.

Mayoritas pakar kesehatan dan para pakar yang paham seputar plastik dan racun Bisphenol - A, sepakat  berpendapat BPA sangat berbahaya bagi manusia. Dari hasil berbagai penelitian menunjukkan BPA dapat memicu kanker, gangguan saraf, kelahiran prematur, autisme dan lain -lain.

Seperti yang disampaikan Dr Nugraha Edhi Suyatma, dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB, bahwa wacana BPOM memberi label denga redaksi `Berpotensi Mengandung BPA` akan membuat masyarakat aman. Dan niat mulia itu harus didukung.

"Sebenarnya wacana BPOM ini kan membuat masyarakat Indonesia aman. Niat mulia ini patut kita hargai, " ujar Dr. Nugraha Edhi Suyatma.

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono berpendapat regulasi pelabelan Bisfenol A (BPA) harus segera diwujudkan demi melindungi kesehatan dan keselamatan publik. Pandu mewanti-wanti agar kalangan industri tak perlu berlebihan dalam merespons regulasi tersebut.

"BPA berpotensi membahayakan kesehatan dan keselamatan publik. Di samping itu, regulasi pelabelan BPA justru menjadi upaya dalam mengedukasi masyarakat," kata Pandu di Jakarta, Jumat (16/09).

Pandu mengingatkan bahaya BPA yang fungsinya menjadikan plastik keras dan jernih (tembus pandang). Tetapi bisa berpindah ke makanan atau minuman. Banyak penelitian menunjukkan kandungan BPA sudah ditemukan pada cairan kemih dan pada binatang.

Pandu menegaskan kekhawatiran soal bahaya BPA bersifat global. Hal ini melihat di banyak negara, terdapat regulasi yang mengatur kemasan pangan tidak diperbolehkan menggunakan wadah yang mengandung BPA.

"Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan `Free BPA` (Bebas BPA), tujuannya untuk edukasi masyarakat, " imbuhnya.

"Kandungan ini juga dapat memicu penyakit seperti diabetes dan obesitas, gangguan jantung, penyakit ginjal, kanker hingga gangguan perkembangan anak," sambungnya.

Dekan Fakultas Farmasi Unair Surabaya, Prof. Junaedi Khotib berpandangan, adanya BPA akan menimbulkan kerusakan yang kompleks dengan melibatkan jalur hormonal dan epigenetik.

KEYWORD :

BPA Pakar Kesehatan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :