
Pedagang Cabai merah di Pasar Tradisional. (Foto istimewa)
JAKARTA, Jurnas.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, mengatakan volatilitas harga pangan membahayakan konsumsi pangan masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah.
"Kenaikan harga pangan akan sangat berdampak pada konsumsi pangan masyarakat, terutama mereka yang tergolong berpenghasilan rendah," kata Hasran dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (10/8).
BPS mencatat, kenaikan harga pangan menjadi faktor terbesar penyokong inflasi di bulan Juni 2022, yakni 0,47 persen dari tingkat inflasi sebesar 0,61 persen. Fluktuasi komoditas harga pangan yang terjadi setiap tahunnya selalu mengkhawatirkan rumah tangga Indonesia.
Berdasarkan data Susenas September 2021, rata-rata belanja makanan mengambil 49,3 persen dari rata-rata pengeluaran per kapita, meningkat sedikit dari 48,9 persen di 2020. Di Nusa Tenggara Timur, proporsi itu bisa mencapai 58,5 persen.
Akibatnya kenaikan harga pangan sedikit saja sangat mempengaruhi kemampuan rumah tangga Indonesia memenuhi kebutuhan nutrisi hariannya.
Anggaran belanja terbatas seringkali memaksa keluarga untuk mensubstitusi makanan berprotein tinggi dengan makanan karbohidrat yang lebih murah dan mengenyangkan, atau bahkan mengurangi porsi makan.
"Keputusan yang dilematis ini tanpa disadari berakibat panjang kepada kesehatan dan perkembangan manusia," jelas Hasran.
Usaha mikro kecil juga dirugikan oleh kenaikan harga pangan karena ongkos produksi akan bertambah dan hal tersebut menggerus pendapatan mereka.
Rendahnya produktivitas pertanian sudah menjadi tantangan sistem pangan Indonesia sejak lama. Selain itu, kenaikan harga pupuk di tingkat internasional yang mencapai 30 persen sejak awal tahun dan kenaikan harga energi juga akan dirasakan para petani dan akan berdampak pada harga pangan.
Disamping itu, pelarangan ekspor pangan juga bermunculan, termasuk di Indonesia yang melarang sebelum akhirnya membuka lagi ekspor crude palm oil (CPO). Belasan negara telah mengeluarkan kebijakan larangan ekspor berbagai komoditas pangan.
Hambatan perdagangan pangan ini semakin menekan sistem pangan dunia, yang juga akan dirasakan dampaknya oleh Indonesia.
Hasran menyatakan, untuk memperkuat sistem pangan dan memastikan ketersediaannya, pemerintah perlu mengkaji ulang dan mengurangi hambatan-hambatan perdagangan, demi memudahkan akses ke sumber pangan yang beragam.
Selain itu, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional, didukung oleh kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, petani, dan pihak swasta, juga perlu terus memperbaiki sistem pangan lokal maupun nasional di Indonesia, seperti melalui peningkatan produktivitas.
Pemerintah juga perlu memperluas kesempatan untuk investasi pada sektor pertanian demi memodernisasi sistem pertanian.
KEYWORD :Volatilitas Harga Pangan CIPS Kementerian Pertanian Konsumsi Pangan Masyarakat