Jum'at, 26/04/2024 06:25 WIB

KPK Tahan Bos Diratama Jaya Mandiri Terkait Korupsi Helikopter AW-101

Dia menyandang status tersangka KPK sejak 2017 silam.

Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh (IKS) alias John Irfan Kenway

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh (IKS) alias John Irfan Kenway (JIK), Selasa (24/5).

John Irfan merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 tahun 2016-2017. Dia menyandang status tersangka KPK sejak 2017 silam.

"Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan IKS selama 20 hari pertama," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK.

Penahanan John Irfan terhitung sehak hari ini sampai dengan 12 Juni 2022 mendatang. Di mana, ia akan ditahan di rumah tahanan (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih.

Firli menjelaskan, pada Mei 2015, John Irfan bersama Lorenzo Paliani selaku pegawai AgustaWestland menemui Mohammad Syafei yang saat itu menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di Cilangkap, Jakarta Timur, pada Mei 2015

Pertemuan itu membahas rencana pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU. Irfan yang juga agen AgustaWestland diduga memberikan proposal harga kepada MS dengan mencantumkan harga heli AW-101 US$ 56,4 juta per unit.

"Di mana harga pembelian yang disepakati IKS dan pihak AW untuk satu unit AW-101 senilai US$ 39,3 juta atau setara kurang lebih Rp 514,5 miliar," ungkap Firli.

Sekitar November 2015, panitia pengadaan heli AW-101 VVIP/VIP mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT Dirgantara Jaya Mandiri sebagai pemenang proyek.

Pemerintah kemudian meminta penundaan pengadaan heli AW-101 karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.

Namun, pada 2016 pengadaan heli AW-101 kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp 738,9 miliar dengan metode lelang melalui pemilihan khusus yang diikuti dua perusahaan pengadaan.

"Panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri kontrak pekerjaan. Harga penawaran yang diajukan IKS masih sama dengan harga penawaran pada 2015 senilai US$ 56,4 juta dan disetujui oleh PPK," kata Firli.

Tak hanya itu, Irfan juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). 

Di mana, untuk persyaratan lelang yang hanya diikuti dua perusahaan, Irfan diduga menyiapkan dan mengondisikan dua perusahaan miliknya untuk mengikuti lelang ini yang disetujui PPK.

KPK menduga, Irfan Saleh telah menerima pembayaran 100 persen. Padahal, faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Beberapa di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

"Akibat perbuatan IKS diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar," ungkap Firli.

Atas perbuatannya, Irfan Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KEYWORD :

Korupsi Helikopter AW 101 KPK Jhon Irfan Kenway Tersangka




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :