Selasa, 23/04/2024 20:33 WIB

RUU PPP Hasilkan 19 Angka Perubahan

Adapun rincian dari perubahan tersebut yaitu pertama perubahan penjelasan pasal 5 huruf G, yang mengatur mengenai penjelasan asas keterbukaan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI M. Nurdin. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI M. Nurdin menyampaikan laporan  pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) di hadapan Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (24/5).

Usai mendengarkan laporan dari Baleg DPR RI, RUU P3 sepakat disahkan dalam Rapat Paripurna.

RUU PPP ini diketahui  mengacu pada ketentuan Pasal 105 huruf g UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juncto Pasal 66 huruf g Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib mengenai tugas Badan Legislasi melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan RUU yang secara khusus ditugasi oleh Badan Musyawarah.

“RUU ini menghasilkan 19 angka perubahan, perubahan penjelasan umum, lampiran I, dan lampiran II,” jelas Nurdin.

Adapun rincian dari perubahan tersebut yaitu pertama perubahan penjelasan pasal 5 huruf G, yang mengatur mengenai penjelasan asas keterbukaan.

Kedua, perubahan pasal 9 mengatur mengenai penanganan pengujian peraturan perundang-undangan. Ketiga, penambahan bagian ketujuh dalam bab IV UU P3.

Empat, penambahan pasal 42A mengatur mengenai perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus.

Lima, lanjut Nurdin, perubahan pasal 49 mengatur mengenai perubahan RUU beserta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM)-nya. Enam, perubahan pasal 58 mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi atas rancangan peraturan daerah.

"Tujuh, peraturan perubahan pasal 64  mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus," tutur Anggota Komisi III DPR RI tersebut.

Delapan, perubahan pasal 72 mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis penulisan RUU setelah RUU disetujui bersama namun belum disampaikan kepada presiden.

Kemudian kesembilan, perubahan pasal 73 mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis penulisan RUU setelah RUU disetujui bersama namun telah disampaikan kepada presiden.

Sepuluh, perubahan penjelasan pasal 78 mengatur mengenai penetapan raperda provinsi. Sebelas, perubahan pasal 85 mengatur mengenai pengundangan.

Dua belas, perubahan penjelasan pasal 95 memasukan mengenai substansi penyandang disabilitas.

"Tiga belas, perubahan pasal 95A mengatur mengenai pemantauan dan peninjauan undang-undang," ujar Nurdin.

Empat belas, perubahan pasal 96 mengatur mengenai partisipasi masyarakat termasuk penyandang disabilitas. Lima belas, penambahan Pasal 97a, Pasal 97b, Pasal 97c yang mengatur mengenai materi muatan peraturan perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus, pembentukan peraturan perundang-undangan berbasis elektronik, pengharmonisasian rancangan perundang-undangan di lingkungan pemerintah serta evaluasi regulasi.

Enam belas, perubahan pasal 98 mengatur mengenai keikutsertaan jabatan analisis hukum, selain perancang perundang-undangan.

Tujuh belas, perubahan Pasal 99 yang mengatur mengenai keikutsertaan jabatan fungsional analis legislatif dan tenaga ahli dalam pembentukan undang-undang perda provinsi dan perda kabupaten/kota selain perancang peraturan perundang-undangan. Delapan belas, perubahan penjelasan umum.

Sembilan belas, perubahan lampiran 1 Bab II huruf D mengenai naskah akademik. Perubahan lampiran 2 mengenai teknik perancangan peraturan perundang-undangan.

Nurdin pun menjelaskan, keputusan RUU di tingkat I dilakukan setelah melakukan pembahasan 365 (tiga ratus enam puluh lima) DIM dengan Pemerintah, pada (13/4) ketika Badan Legislasi menyelenggarakan Rapat Kerja bersama Pemerintah dan DPD RI.

“Pemerintah dalam hal ini diwakili secara fisik oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM,” lanjut politisi PDIP tersebut.

Ia melanjutkan, sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, Rapat Kerja Badan Legislasi bersama Pemerintah dan DPD RI memutuskan menyetujui hasil Pembicaraan Tingkat I terhadap RUU PPP untuk dilanjutkan pada Tahap Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI untuk ditetapkan dan disetujui sebagai UU.

Rapat Kerja dalam rangka pengambilan keputusan dalam Pembicaraan Tingkat I atas hasil pembahasan RUU PPP beragendakan mendengarkan pandangan mini fraksi-fraksi terhadap hasil pembahasan RUU. Dalam Rapat Kerja tersebut, 8 fraksi yaitu F-PDIP, F-Golkar, F-Gerindra, F-Nasdem, F-PKB, F-Demokrat, F-PAN, dan F-PPP menerima hasil kerja Panja dan menyetujui RUU PPP segera disampaikan kepada Pimpinan DPR RI untuk dibawa ke dalam Tahap Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI.

“Adapun F-PKS belum dapat menyetujui RUU PPP dilanjutkan pada Tahap Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI,” pungkas Nurdin.

 

KEYWORD :

Warta DPR Badan Legislasi M Nurdin RUU PPP Rapat Paripurna




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :