Kamis, 25/04/2024 19:48 WIB

Praktisi Hukum: Dewan Kehormatan Bersama Advokat Tidak Efektif

Dewan Kehormatan Bersama Advokat Tidak Efektif

Hukum dan Keadilan (Ilustrasi)

Jakarta, Jurnas.com - Saat ini mulai ada wacana di antara beberapa organisasi advokat untuk membentuk Dewan Kehormatan Bersama untuk menegakan Kode Etik Profesi Advokat, standarisasi dewan kehormatan, komisi pengawas, profesi advokat, Pendidikan khusus advokat dan ujian kompetensi advokat.

Advokat muda tanah air Hendra Setiawan Boen menilai, wacana tesebut seperti sistem federasi, karena di dalam terdapat beberapa organisasi yang mengatur dirinya sendiri namun bertindak sebagai satu kesatuan.

"Sekilas memang terlihat baik, dan merupakan pengakuan bahwa selama ini terdapat permasalahan untuk menegakan kode etik advokat," jelas Hendra.

Ia mengingatkan bahwa sebagian advokat Indonesia tidak menerima dihukum Dewan Kehormatan organisasinya pasca-Peradi pecah tahun 2008. Akibatnya banyak advokat pindah organisasi atau membentuk sendiri.

Bagi Hendra, Dewan Kehormatan Bersama hanya efektif apabila:

Pertama, semua organisasi advokat setuju bergabung;

Kedua, tidak ada lagi organisasi advokat baru yang terbentuk pasca peresmian Dewan Kehormatan Bersama atau kalaupun lahir setuju mengakui dan bergabung dengan Dewan Kehormatan Bersama;

Ketiga, semua organisasi advokat yang menjadi anggota Dewan Kehormatan Bersama sepakat untuk tidak keluar terlepas apapun masalahnya.

Hendra Boen yang merupakan Analis dan Praktisi Hukum di Frans & Setiawan Law Office mempertanyakan, apakah semua itu mungkin? Berdasarkan pengalaman dan pengamatan selama ini, akan ada saja oknum advokat menolak bergabung dalam struktur organisasi advokat karena dirinya dapat bertindak bebas tanpa kuatir disanksi kode etik.

Dalam hal terjadi perseteruan antar organisasi advokat atau petinggi anggota Dewan Kehormatan Bersama yang berselisih, tidak menutup kemungkinan ada organisasi advokat yang memutuskan keluar.

Dewan Kehormatan Advokat, lanjut Hendra, tidak akan berjalan efektif selama advokat yang dihukum secara kode etik dapat dengan mudah bergabung dengan organisasi lain atau membentuk organisasi sendiri.

"Jadi sistem multibar rasa single bar ala Dewan Kehormatan Bersama ini tidak menyelesaikan masalah yang telah ada secara menahun di dalam diri advokat, yaitu menahan ego dan menerima otoritas advokat lain atas dirinya," lanjut Hendra.

Menurut Hendra, solusi paling baik untuk menyelesaikan konflik advokat adalah single bar murni dan semua organisasi pecahan Peradi bersatu kembali, baik menjadi Peradi atau organisasi baru.

Selanjutnya, disepakati ketua organisasi advokat hanya boleh menjabat paling banyak dua kali. Hal ini akan meminimalisir perselisihan karena rebutan kue jabatan sehingga diharapkan konflik internal akan berkurang

Ia mengingatkan Peradi didirikan oleh delapan organisasi pendiri. Mungkin bisa dipertimbangkan ketua organisasi advokat dijabat secara bergiliran seperti cara Malaysia memilih Raja mereka yang disebut Yang di-Pertuan Agong.

"Jabatan ini digilirkan setiap lima tahun di antara Sembilan Kesultanan Melayu," kata Hendra Setiawan Boen yang juga penerima penghargaan sebagai Rising Stars Lawyer dari Indonesia versi majalah Asian Legal Business edisi Maret 2020.

"Apabila single bar murni tidak bisa, maka cara terbaik berikut agar sistem multibar saat ini dapat berjalan tanpa merugikan masyarakat dan calon advokat maupun advokat muda adalah dengan menyerahkan penegakan Kode Etik Advokat Indonesia kepada badan peradilan sedangkan organisasi advokat lain cukup mengadakan Pendidikan khusus profesi advokat dan mengusulkan nama calon advokat untuk diambil sumpah kepada Mahkamah Agung," pungkas Hendra.

KEYWORD :

Praktisi Hukum Hendra Setiawan Boen Dewan Kehormatan Bersama Advokat Peradi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :