Kamis, 03/07/2025 11:03 WIB

Investasi Pertanian Terkendala Permasalahan Lahan, Birokrasi dan Infrastruktur

Meskipun beberapa investor bersedia untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan, akan tetapi margin keuntungan yang tidak terlalu besar di sektor pertanian dapat mengurangi minat mereka untuk berinvestasi.

Sawah yang baru sudah ditanmi padi. (Foto: Ist)

JAKARTA, Jurnas.comReformasi kebijakan dan paradigma diperlukan untuk menyelesaikan berbagai hambatan masuknya investasi ke sektor hulu pertanian di Indonesia, seperti mengatasi permasalahan lahan, kurangnya infrastruktur serta rumitnya perizinan.

Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) juga menemukan perlunya perbaikan dan ketersediaan infrastruktur, termasuk jalan, pelabuhan dan listrik di luar Pulau Jawa, dimana lahan luas yang dibutuhkan untuk sektor pertanian berskala besar masih tersedia.

Meskipun beberapa investor bersedia membangun infrastruktur yang dibutuhkan, akan tetapi margin keuntungan yang tidak terlalu besar di sektor pertanian dapat mengurangi minat mereka untuk berinvestasi.

Pemerataan ketersediaan infrastruktur pendukung sektor pertanian juga akan memunculkan sentra produksi pangan baru di luar Pulau Jawa dan menghemat biaya logistik, yang berperan cukup besar dalam pembentukan harga pangan.

Associate Researcher CIPS, Donny Pasaribu mengatakan, reformasi yang lebih luas di luar permasalahan lahan dan infrastruktur, termasuk yang berkaitan dengan keterbukaan perdagangan dan peran BUMN dalam mencapai tujuan swasembada, juga diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif di sektor pertanian.

"Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor pertanian penting karena bisa membawa teknologi baru, meningkatkan kapasitas manajerial, dan pengetahuan serta koneksi ke pasar global. Mengatasi tantangan untuk menyediakan pangan berkualitas tinggi butuh keterbukaan perdagangan dan niat untuk melakukan perubahan kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi di sektor pertanian Indonesia," terang Donny. 

Penelitian CIPS menemukan, realisasi PMA di sektor pertanian hanya 3 persen-7 persen dari total realisasi PMA antara 2015 dan 2019, berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2020. 

Salah satu alasan rendahnya realisasi PMA di sektor pertanian pada periode tersebut adalah masuknya beberapa subsektor penting, seperti hortikultura, dalam daftar negatif investasi, sebuah daftar sektor yang tertutup atau dibatasi untuk investasi asing.

Hingga tahun 2020, pemerintah membatasi kepemilikan asing di subsektor hortikultura sampai 30 persen dan secara tegas membatasi jumlah tenaga kerja asing yang diizinkan dalam sebuah perusahaan milik asing. 

Risiko politik terkait investasi di sektor pertanian juga membuat investor takut menanamkan dananya di bidang ini. Swasembada pangan sudah sejak lama digaungkan sebagai tolok ukur kesuksesan sektor pertanian. Padahal harga yang harus dibayar untuk itu adalah harga pangan domestik yang lebih tinggi, diversifikasi konsumsi pangan yang minim dan alokasi sumber daya yang tidak tepat.

Dengan mengutamakan BUMN untuk mencapai swasembada, pemerintah mendorong realokasi pendanaan dan sumber daya dari sektor produktif ke sektor yang kurang produktif dan mahal atau mungkin kurang relevan.

"Perdagangan terbuka dapat menjadi solusi. Perdagangan terbuka tidak hanya akan membuat harga pangan lebih terjangkau, tetapi juga akan memperbaiki dampak negatif dari kebijakan di masa lalu di sektor ini. Hal ini akan membuat petani dan investor bisa mengalokasikan sumber dayanya sejalan dengan tujuan keuntungan dan peningkatan produktivitas mereka," jelas Donny.

Untuk meningkatkan kepercayaan investor lebih lanjut, reformasi kebijakan juga perlu terus dilakukan terhadap regulasi Indonesia, yang kerap dianggap rumit dan berubah-ubah.

Pemerintah sebenarnya sudah merespons urgensi reformasi kebijakan melalui deregulasi lewat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun, saat ini implementasi UU Cipta Kerja masih membutuhkan sejumlah penyesuaian pada peraturan turunan dan teknis untuk mengatasi rumitnya proses serta persyaratan untuk mendapatkan izin investasi, serta transparansi dan konsistensi pelaksanaan kebijakan.  

Pemerintah sudah mencoba menyederhanakan persyaratan untuk mendapatkan izin investasi dengan memberikan otonomi lebih untuk menerbitkan izin usaha pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang kini bertransformasi menjadi Kementerian Investasi.

KEYWORD :

Investasi Pertanian Terkendala CIPS Donny Pasaribu Permasalahan Birokrasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :