Jum'at, 09/05/2025 13:00 WIB

Analis Peringatkan Ancaman Resesi efek Harga Minyak Meroket

Presiden Lipow Oil Associates, Andy Lipow, memperingatkan ancaman resesi dampak larangan Amerika Serikat (AS) terhadap minyak Rusia, yang juga dapat memperburuk harga minyak dan pangan yang sudah melonjak.

Illustrasi harga minyak mentah dunia naik akibat nvasi Rusia ke Ukraina (Foto: Jurnas/Istimewa)

New York, Jurnas.com - Presiden Lipow Oil Associates, Andy Lipow, memperingatkan ancaman resesi dampak larangan Amerika Serikat (AS) terhadap minyak Rusia, yang juga dapat memperburuk harga minyak dan pangan yang sudah melonjak.

Jika Rusia membalas dengan menolak memasok Eropa dengan minyak, maka harga minyak berpeluang naik lagi US$20 menjadi US$30 per barel. Sementara itu, Moskow sebelumnya mengancam akan memutus pasokan gas Eropa jika negara-negara Barat menargetkan sektor energinya.

Setelah Presiden Joe Biden mengumumkan larangan impor minyak Rusia pada Rabu (9/3), minyak mentah AS diperdagangkan di atas US$128 per barel, sementara Brent melonjak di atas US$130 sebelum memangkas keuntungan.

Inggris dan Uni Eropa juga mengatakan mereka akan menghapus bahan bakar fosil Rusia. Harga melonjak dalam beberapa pekan terakhir, melonjak ke level tertinggi yang tidak terlihat sejak 2008.

"Ketakutan terbesar saya adalah bahwa harga-harga ini telah naik begitu cepat sehingga Anda menyebabkan resesi di Eropa dan Amerika Latin, yang bergulir ke Amerika Serikat, yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan China untuk menjual barang-barang konsumen ke seluruh dunia," kata Andy dikutip dari CNBC.

Rusia memasok 11 persen konsumsi minyak global, 17 persen konsumsi gas global, dan sebanyak 40 persen konsumsi gas Eropa Barat pada 2021, menurut statistik dari Goldman Sachs.

Dalam skenario terburuk, larangan total impor energi Rusia di semua negara konsumen utama akan "sangat mengurangi dan mengganggu pasokan energi", mengirim harga lebih jauh ke "wilayah yang belum dipetakan," tulis Caroline Bain, kepala ekonom komoditas di Capital Economics.

"Inflasi di negara maju pada akhir akan berada di sekitar 5 persen dibandingkan dengan 2,4 persen yang kami perkirakan sebelum invasi, dan efek dari penurunan daya beli rumah tangga dan penjatahan daya di Eropa akan mendorong zona euro ke dalam resesi," tulis Bain dalam catatannya pada Senin awal pekan ini.

Secara teori, aliran minyak dapat diatur ulang untuk mengurangi pasokan yang ketat di Barat tetapi secara praktis mungkin tidak berhasil, menurut Kepala Ekonom Goldman Sachs Jan Hatzius.

"Jika negara-negara Barat membeli lebih sedikit minyak Rusia, China dan India pada prinsipnya dapat membeli lebih banyak minyak Rusia dan dengan demikian mengurangi minyak Saudi dan lainnya, yang kemudian dapat mengalir ke Barat," tulis dia dalam catatan 6 Maret.

"Tetapi `penataan ulang kursi geladak` ini tidak sempurna, tidak hanya karena peningkatan biaya transportasi dan gesekan teknis lainnya, tetapi juga karena China dan India mungkin enggan untuk meningkatkan impor mereka dan pembayaran terkait secara tajam pada saat Rusia menjadi paria global," tambah Hatzius.

Mencerminkan kekhawatiran tersebut, harga minyak telah melonjak lebih dari US$20 per barel dan Goldman melihat potensi kenaikan lebih lanjut. Hatzius mengatakan bank investasi memperkirakan kejutan US$20 berkelanjutan harga minyak, akan menurunkan PDB riil sebesar 0,6 persen di zona euro, dan menekan biaya hidup konsumen.

Matt Smith, analis minyak utama di Kpler, mengatakan kepada CNBC pada Rabu ini bahwa sanksi sendiri akan memperburuk tekanan di pasar energi.

"Bahkan sebelum sanksi diumumkan, saya pikir kita akan memiliki banyak perusahaan AS yang menolak gagasan untuk membeli produk minyak mentah Rusia," terang dia.

Dia mengangkat contoh Shell, yang dicerca karena membeli minyak Rusia dengan harga diskon. Ia kemudian meminta maaf dan mengatakan akan menghentikan semua pembelian minyak dan gas Rusia.

KEYWORD :

Resesi Harga Minyak Invasi Rusia Ukraina




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :