Jum'at, 17/05/2024 14:50 WIB

KPK Telusuri Aliran Suap Pengurusan Perkara oleh Hakim Itong Isnaeni

Penelusuran aliran suap itu diselisik KPK lewat dua hakim PN Surabaya sebagai saksi pada Selasa (1/3) kemarin.

Logo KPK

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan aliran uang suap terkait  penanganan perkara di Pengadilan Negeri Surabaya, yang menjerat hakim Itong Isnaeni Hidayat.

Penelusuran aliran suap itu diselisik KPK lewat saksi pada Selasa (1/3) kemarin. Mereka adalah dua hakim Pengadilan Negeri Surabaya bernama Emma Ellyani dan Yoes Hartyarso.

"Para saksi ini hadir dan didalami pengetahuanya antara lain terkait dengan proses persidangan beberapa perkara di PN Surabaya yang melibatkan Tsk IIH sebagai salah satu hakim yang ikut dan turut menyidangkan perkara dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (2/3).

"Disamping itu dikonfirmasi atas dugaan adanya aliran sejumlah uang dalam penentuan putusan perkara dimaksud," tambahnya.

Penyidik sedianya juga memanggil satu Hakim Pengadilan Negeri Makassar, R Mohammad Fadjarisman. Namun ia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Penyidik bakal menjadwal ulang pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

"R Mohammad Fadjarisman (Hakim Pengadilan Negeri Makasar), yang bersangkutan tidak hadir dan segera dilakukan penjadwalan dan pemanggilan ulang," terangnya.

KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka, yakni Hakim nonaktif Itong Isnaeni Hidayat, Panitera Pengganti Hamdan, dan Pengacara Hendro Kasiono dari  PT Soyu Giri Primedika (SGP).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Itong selaku hakim tunggal pada PN Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT SGP.

Adapun yang menjadi pengacara dan mewakili PT SGP adalah Hendro di mana diduga ada kesepakatan antara Hendro dengan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim yang menangani perkara tersebut.

KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sejumlah sekitar Rp1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat
putusan Mahkamah Agung.

Sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan dan meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.

Untuk memastikan proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan dengan menggunakan istilah "upeti" untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang.

KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamadan diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong. KPK menyebut putusan yang diinginkan oleh Hendro diantaranya agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.

Hamdan lalu menyampaikan keinginan Hendro kepada Itong. Itong pun menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang. Pada 19 Januari 2022, uang lalu diserahkan oleh Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta yang diperuntukkan bagi Itong.

KPK juga menduga Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di PN Surabaya dan hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.

Tersangka Itong dan Hamdan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal asal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara tersangka Hendro sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KEYWORD :

KPK Suap Pengurusan Perkara Hakim Itong Pengadilan Negeri Surabaya




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :