Jum'at, 26/04/2024 23:48 WIB

Akademisi IPB Menilai Airlangga Gagal Urus Gejolak Minyak Goreng

problem tata niaga

Airlangga Hartarto, Menko bidang Perekonomian, memegang minyak goreng saat di sebuah pasar (foto: google/republika)

Jakarta, Jurnas.com - Gejolak minyak goreng yang meresahkan masyarakat dinilai terjadi akibat kegagalan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam melakukan langkah-langkah pendekatan kebijakan.

Berbagai kebijakan yang telah dilakukan, seperti satu harga, merevisi harga eceran tertinggi (HET), hingga domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), tidak mampu mengondisikan stabilitas stok minyak goreng, yang bergejolak sejak Oktober 2021 hingga sekarang.

Menurut akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi, persoalan minyak goreng terjadi karena ada masalah dalam tata niaga.

Pemerintah (Menko bidang Perekonomian) juga dinilai melakukan kekeliruan dalam kebijakan pascaproduksi sawit, termasuk soal harga hingga DMO-DPO. "Ya, kurang lebih begitu," ucap Prima Gandhi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (12/2).

Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR, Mulyanto, menilai pemerintah gagal fokus membedakan urgensi dalam menyelesaikan masalah nasional.

Dia lalu membandingkan sikap pemerintah yang dinilai ekstra cepat dan serius dalam merumuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan pemindahan ibu kota negara (IKN).

"Ini yg menjadi kritik PKS. Pemerintah gagal fokus dalam membedakan mana yang urgent dan important di tengah pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir ini," tegasnya.

Seperti Gandhi, Pak Mul -sapaan akrab Mulyanto- juga menilai ada problem tata niaga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sehingga berdampak terhadap stabilitas minyak goreng di pasaran. Masalah ini disebut karena adanya kartel.

PKS pun mendukung upaya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang berencana membawa kasus kartel minyak goreng ke ranah pidana.

"Kita sangat berharap dengan langkah KPPU ini, upaya pemerintah untuk mengatur tata niaga minyak goreng menjadi lebih efektif, sehingga soal kelangkaan dan harga minyak goreng dapat segera teratasi," tuturnya.

Sebagai informasi, Kemenko Perekonomian memiliki beberapa tugas, di antaranya mengoordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan kementerian/lembaga (K/L) yang terkait dengan isu di bidang perekonomian.

Kemudian, pengendalian pelaksanaan kebijakan K/L terkait dengan isu di bidang perekonomian serta pengelolaan dan penanganan isu yang terkait dengan bidang perekonomian.

Di sisi lain, upaya penanganan masalah minyak sawit ini sudah melibatkan lintas kementerian. Dicontohkannya dengan adanya keterlibatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), hingga Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Kebijakan menyediakan minyak goreng seharga Rp14.000/liter selama enam bulan, misalnya. Untuk menutup selisih harga, PPN, dan biaya surveyor Rp3,6 triliun, ditugaskan ditutup dari anggaran Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Kemenkeu.

Lalu, menugaskan Kemendag memberlakukan DMO dan DPO minyak goreng dan telah dilaksanakan per 27 Januari 2022. Sementara itu, Kemenperin ditugaskan mengerahkan industri minyak goreng sawit (MGS) agar terlibat dalam program pemerintah.

Dengan demikian, penanganan kebijakan ini telah dikoordinasikan dan disinkronisasikan di bawah komando Kemenko Perekonomian. Hal tersebut terlihat salah satunya dengan Airlangga memimpin Rapat Komite Pengarah BPDPKS dengan isu minyak goreng pada 18 Januari lalu.

KEYWORD :

minyak goreng IPB Airlangga Hartarto Menko bidang Perekonomian




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :