Jum'at, 19/04/2024 01:08 WIB

BPN Depok Diduga Lakukan Maladministrasi Terkait Penerbitan SHGB PT. PSG Sawangan

Putuskan dengan adil dan imparsial

Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H (Pakar Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar)

Jakarta, Jurnas.com - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Jawa Barat, telah menggelar sidang sengketa tata usaha negara atas kasus dugaan mafia tanah di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, pada, Kamis (6/1/2022).

Persidangan yang digelar Majelis Hakim yang diketuai oleh Kemas Mendi Zatmiko,S.H.,M.H.; Yustam Abithoyib,S.H, dan Fadholy Hermanto,S.H.,M.H. Masing-masing sebagai Anggota majelis, serta dibantu oleh Panitera Pengganti Kiswono,S.H.,M.H. telah dilangsungkan sebagaimana mestinya.

Agenda persidangan pada saat itu adalah menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Universitas Muslim Indonesia Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. selaku Ahli Hukum, yang diajukan oleh prinsipal Ida Farida sebagai penggugat dalam pemeriksaan persidangan tersebut di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung,

Ketika dikonfirmasi, Dr. Fahri Bachmid, membenarkan dirinya menjadi Ahli dalam pemeriksaan perkara. Menurut Fahri, dalam perkara ini pihak tergugat adalah Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok, berdasarkan Register perkara nomor : 101/G/2021/PTUN.BDG.

“Yang menjadi objek sengketa adalah Keputusan BPN Kota Depok yang menerbitkan beberapa SHGB atas tanah yang berlokasi di Sawangan, yang hakikatnya objek tanah tersebut secara legal-yuridis adalah hak milik Ida Farida berdasarkan SK-Kinag, tetapi BPN Kota Depok mengeluarkan SHGB atas nama PT. Pakuan Sawangan Golf/PT. PSG,” ujar Fahri, Kamis (27/1/2022).

Dalam persidangan itu, Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H, sebagaimana dikutip pendapatnya dalam persidangan menerangkan bahwa pada prinsipnya secara hukum permasalahan pertanahan ini timbul akibat dari alasan mendasar yaitu pelaksanaan fungsi kelembagaan atau Pejabat pada BPN Depok Kota yang tidak teliti dan cermat pada aspek telaah riwayat hubungan hukum tanah hingga pada penerbitan alas ha katas tanah.

Di jelaskan Fahri bahwa produk Penerbitan SHGB oleh BPN Depok adalah keliru dari aspek prosedur hingga subtansi, karena proses penerbitan sertifikat a quo bidang tanah dimaksud sedang menjadi objek perkara Gugatan Hak Kepemilikan atau sengketa perdata di Pengadilan Negeri Depok dengan Registrasi Perkara No.127/Pdt.G/2017/PN.Dpk, dan hingga saat ini perkara tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkraach). Dengan kata lain, objek lahan masih berada pada status sengketa.

Dijelaskan Fahri Bachmid, lahan tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, telah diredistribusikan kepada para petani penggarap melalui sebuah kebijakan untuk memberikan hak kepemilikan kepada petani, yaitu berupa Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK.KINAG).

“Demikian halnya Ny. Ida Farida selaku pemilik lahan seluas kurang lebih 250 Ha berdasarkan Surat Keputusan Kantor Inspeksi Agraria Provinsi Jawa Barat (SK KINAG) No. 205 D/VIII-54 tanggal 31 Desember 1964, Surat Keputusan Menteri Agraria (SK KINAG) No. 11/VIII-54/62 tanggal 11 Juni 1963 dan Surat Keputusan Kantor Inspeksi Agraria (SK KINAG) No. 44A/III/Insp/C-54/64 tanggal 14 September 1964, diperoleh atas dasar Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Garapan tanggal 17 Maret 2007,” jelas Fahri.

Menurut Fahri, kepemilikan lahan dengan dasar SK Kinag tesebut masih terdaftar/tercatat pada arsip Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat sebagaimana korespondensi terkahir berupa Surat dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat No. 410-707-2005 tanggal 10-05-2005.

Karena itu, Fahri menjelaskan bahwa BPN Depok telah keliru serta berpotensi melakukan Maladministrasi dengan menerbitkan SHGB atas nama PT. Pakuan di atas lahan/objek milik Ny Ida Farida tersebut.

“BPN Depok telah lalai dan tidak mencermati dokumen kepemilikan serta aspek yuridis hubungan hukum kepemilikan tanah. BPN Depok menerbitkan SHGB atas nama PT. Pakuan melanggar hak kepemilikan lahan berdasarkan SK Kinag, sehingga konsekuensi yuridisnya SHBG dimaksud tidak sah dan dapat dibatalkan karena mengandung kekeliruan dari aspek formil maupun meteriil,” paparnya.

Seluruh SHGB No. 1970; SHGB No. 1971; SHGB No. 1972; SHGB No. 1973; SHGB No. 1976; SHGB No. 2051; SHGB No. 2052; SHGB No. 2053/Sawangan atas nama PT. Pakuan Tbk yang diterbitkan oleh BPN Depok adalah produk hukum yang tidak sah dan dapat dibatalkan. Demikian segala bentuk perbuatan hukum (tindakan peralihan hak atau penjaminan) atas SHGB tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum.

Dengan dasar itu, Fahri Bachmid, menegaskan BPN Depok sebagai lembaga Pemerintahan pada pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya melanggar hukum dan kaidah administrasi pemerintahan, antara lain melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB) yaitu Asas Kecermatan (zorgvuldigheids beginsel) sekaligus menimbulkan Ketidakpastian hukum dan lebih khusus melanggar hak hak subjektif warga Negara (subjek hukum).

“Kisruh hukum ini timbul akibat tindakan BPN Depok yang cenderung tidak prosedural, sehingga berkonsekwensi terjadinya sengketa tata usaha negara ini bergulir, dan sedang dilakukan pemeriksaan melalui PTUN Bandung, dimana Ny Ida Farida sebagai penggugat mengajukan gugatan dengan pokok tuntutan agar PTUN Bandung membatalkan sejumlah SHGB atas nama PT Pakuan karena terbukti tidak sah dan terdapat kekeliruan dari aspek formil maupun meteriil,” jelas Dr. Fahri Bachmid.

"Biar pengadilan memutus perkara ini dengan cara yang adil dan imparsial, berdasarkan hukum dan keadilan," tutup Fahri Bachmid

KEYWORD :

Dr. Fahri Bachmid BPN Kota Depok SHGB Sawangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :