Kamis, 18/04/2024 19:07 WIB

Memprihatinkan, Pembangunan Ibu Kota Baru Dipaksakan di Tengah Ketidakpastian Nasib Guru Honorer

Miris sekali, ribuan guru honorer masih terkatung-katung nasibnya. Tahun berganti tahun, namun kesejahteraan dan kepastian status ketenagakerjaan mereka masih terabaikan. Sementara Pemerintah malah sibuk mengedepankan nafsu memindahkan ibukota sesegera mungkin. Sangat memprihatinkan.

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah. (Foto: Dok. Mina News)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah heran dengan langkah pemerintah yang ngotot untuk memindahkan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur.

Bukan tanpa alasan, menurut dia, anggaran pemindahan Ibu Kota baru yang mencapai Rp 500 Triliun itu terkesan dipaksakan. Padahal, ada ribuan guru honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun belum mendapatkan kepastian nasib kesejahteraannya.

“Miris sekali, ribuan guru honorer masih terkatung-katung nasibnya. Tahun berganti tahun, namun kesejahteraan dan kepastian status ketenagakerjaan mereka masih terabaikan. Sementara Pemerintah malah sibuk mengedepankan nafsu memindahkan ibukota sesegera mungkin. Sangat memprihatinkan,” kritik Anggota Komisi X DPR RI ini dalam keterangannya kepada Jurnas.com, Selasa (18/1).

Ledia menegaskan, persoalan guru honorer ini bukan barang baru. Masalah ini bak sebuah drama berseri yang tak kunjung usai. Bertahun-tahun persoalan guru honorer baik di sekolah negeri maupun swasta terus mendulang isu pedih dan kritik.

“Secara kesejahteraan nasib mereka amat memprihatinkan karena hanya mendapat kisaran gaji puluhan hingga ratusan ribu rupiah per bulan. Karena itu para guru honor ini sangat mendambakan untuk diangkat menjadi PNS demi kejelasan status dan peningkatan kesejahteraan,” tegas Legislator Dapil Jawa Barat I ini.

Yang lebih memprihatinkan, lanjut Ledia, Pemerintah kemudian menghentikan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk formasi guru mulai 2021. Sebagai gantinya Pemerintah meminta para guru honorer untuk mengikuti seleksi calon guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Namun dalam perjalanannya, proses seleksi ini ternyata memunculkan kegaduhan. Mulai dari janji pembukaan seleksi satu juta guru pada 2021 yang direvisi menjadi bertahap, persyaratan yang mengukur rata semua kriteria di masa awal pembukaan seleksi, proses pelaksanaan yang memunculkan kesulitan bagi para peserta seleksi, kriteria penilaian yang dianggap tidak adil hingga ancaman ketidakadilan bagi sekolah swasta dan guru honorer tak lolos seleksi usai pengumuman kelulusan seleksi PPPK,” terang dia.

Oleh karena itu, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini menilai Pemerintah tidak matang dalam mempersiapkan proses seleksi PPPK ini. “Selain beberapa bagian proses seleksi yang dianggap menyulitkan dan tidak adil, adanya kebijakan yang berubah, direvisi, bahkan buruknya komunikasi dengan Pemda yang membuat banyak Pemda tidak mengajukan formasi guru juga menjadi satu paket masalah yang harus sesegera mungkin dievaluasi Pemerintah sebelum memutuskan seleksi tahap berikut di 2022 ini,” tegas Ledia.

Dia menambahkan, hingga memasuki tahun 2022, persoalan guru honorer nampaknya masih tak kunjung usai. Usai penyelenggaran seleksi PPPK pada 2021, ternyata bermunculan pula masalah-masalah baru. Dari berbagai keluhan, curhatan, aduan berbagai lembaga pemerhati pendidikan ke Fraksi PKS, juga dari berbagai kunjungan kerja yang kami lakukan, dalam pasca pengumuman hasil seleksi pun memunculkan masalah.

“Misalnya saja sekolah-sekolah swasta kini terancam kehilangan sangat banyak guru karena para guru honorer yang lolos seleksi ini ditarik di sekolah-sekolah negeri. Menjadi tidak adil bagi sekolah swasta yang sudah mengentaskan guru-guru berkualitas ini karena mereka harus mencari guru pengganti dan itu tidak mudah. Dan satu lagi, bagi para guru honorer di sekolah negeri yang tidak lolos seleksi PPPK terancam pula kehilangan pekerjaan manakala posisi mereka digantikan oleh guru PPPK cabutan dari sekolah swasta,” ungkap Legislator Dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini.

Oleh karena itu, Ledia meminta Pemerintah untuk segera merevisi proses rekrutmen PPPK guru sejak hulu sampai hilir dengan tidak lupa memasukkan kajian dan rencana mitigasi risiko dalam perekrutan guru PPPK ini.

“Segala kemungkinan harus dipertimbangkan dan ditelisik risikonya,  bukan hanya dari sudut pandang Pemerintah namun juga pihak Pemda dan lembaga pendidikan swasta. Karena persoalan pemenuhan kebutuhan guru, peningkatan kualitas kesejahteraan guru dan kejelasan status ketenagakerjaan guru menjadi tanggung jawab bersama dan tidak boleh saling meninggalkan satu sama lain,” tutupnya.

Untuk diketahui, Rapat Paripurna DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang Undang.

Pengesahan dilakukan setelah Ketua Pansus RUU IKN DPR, Ahmad Doli Kurnia membacakan putusan tingkat I RUU IKN. Selanjutnya Ketua DPR Puan Maharani selaku pimpinan Rapat Paripurna DPR, meminta persetujuan seluruh anggota dewan yang hadir.

"Selanjutnya kami akan tanyakan kepada setiap fraksi apakah RUU tentang IKN dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" tanya Puan kepada anggota yang menghadiri Rapat Paripurna DPR, Selasa (18/1).

Pertanyaan tersebut dijawab serentak oleh seluruh anggota yang hadir. "Setuju," jawab Anggota DPR kompak.

 

 

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi X Ledia Hanifa Amaliah guru honorer RUU IKN Ibu Kota PKS




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :