Kamis, 25/04/2024 23:24 WIB

Jusuf Kalla: 11 Konflik Besar Indonesia Akibat Ketidakadilan

11 Konflik besar pernah terjadi akibat ketidakadilan

Diskusi virtual Dies Natalis ke-24 Universitas Paramadina

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Presiden Indonesia (Wapres) ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Jusuf Kalla mengatakan, Keadilan adalah hal fundamental bagi bangsa Indonesia dan kata-kata adil disebut dua kali dalam Pancasila sebagai dasar negara.

"Pancasila memberikan kita nuansa bahwa adil dan maju adalah bagian upaya berdirinya bangsa ini. Keadilan itu berarti untuk semua masyarakat tanpa membeda-bedakan," ujar Jusuf Kalla dalam rekaman yang diputar saat diskusi virtual bertema "Cak Nur, Pancasila dan Indonesia yang Adil".

Diskusi yang dipandu oleh Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini, M.Sc., Ph.D. itu diselenggarakan dalam Dies Natalis ke-24 Universitas Paramadina, Jumat (14/1/2022).

Jusuf Kalla mengatakan, bangsa Indonesia punya pengalaman pahit tentang konflik. Dalam catatan JK, setidaknya ada 15 konflik besar yang pernah terjadi di Indonesia dengan korban mencapai ribuan.

"Dari 15 konflik besar itu, 11 diantaranya terjadi karena ketidakadilan. Ketidakadilan sosial, ketidakadilan politik, dan ketidakadilan ekonomi. Semua menyebabkan konflik," jelas JK.

Karena itu, JK mengingatkan tujuan bernegara yang kita yakini adalah keadilan bagi seluruh masyarakat. Maka upaya mencapai keadilan harus dilaksanakan dengan manajemen Pemerintahan yang baik.

"Pendorong utama keadilan adalah bidang ekonomi dan sosial. Karena ini menentukan kemakmuran," jelas JK.

Didik J Rachbini yang menjadi moderator diskusi mengatakan, kata-kata adil yang digarisbawahi Pak JK itu sangat penting, dan ia rekam saat datang ke rumah pak JK.

"Karena keadilan terabaikan maka timbul masalah yang memperlemah bangsa kita. Ini tentunya bukan problem Pancasila, tapi problem kita dalam mengimplementasikan Pancasila," ujar Didik J Rachbini.

Didik J Rachbini kemudian melemparkan kesempatan kepada Ketua Yayasan Karakter Pancasila, Dr. Ir. Zaim Uchrowi, MDM. selaku pembicara diskusi.

Zaim memulai dengan pertanyaan besar kenapa Indonesia belum maju, padahal punya falsafah Pancasila? Berarti ada yang salah dalam penerapan Pancasila.

"Mungkin pemahaman para pemimpin belum benar soal Pancasila. Apalagi implementasinya, sehingga belum bisa mengantarkan Indonesia menjadi negara maju, adil, makmur, sentosa" kata Zaim.

Karena itu, Zaim menyampaikan kembali pandangan besar Nurcholis Madjid (Cak Nur) tentang Pancasila yang diterjemahkan dengan bahasa sederhana.

Kata Zaim, Cak Nur menyebut Pancasila sebagai ideologi terbuka, maka seharusnya pemaknaan Pancasila tidak tunggal. Harusnya milik setiap orang di negara Indonesia.

"Selama ini ada kecenderungan pemaknaan yang tunggal terhadap Pancasila. Hanya milik negara atau pemerintah, lalu mencoba mensosialisasikan Pancasila kepada setiap warga," jelasnya.

"Kalau itu yang terjadi, orang akan bertanya memangnya kita harus ikutin pemerintah saja, padahal kita punya tafsir yang pas sendiri terkait Pancasila," jelasnya.

Dr. Phil. Suratno, Dosen Filsafat dan Agama Universitas Paramadina dalam kesempatan itu menyebut Pemikiran Cak Nur tentang Pancasila secara konseptual adalah modal optimis. Dengan kata lain, bangsa Indonesia punya modal kuat untuk memegang optimisme karena punya Pancasila.

Suratno mengatakan, dalam pandangan Cak Nur Pancasila bukan hanya pemersatu, tapi menjadi common platform karena peragiannya sangat lengkap.

"Kalau menurut Cak Nur, dibandingkan dengan negara lain Pancasila sebagai ideologi dan filosofi berbangsa dan bernegara sangat cocok dengan alam kultural dan politik Indonesia."

"Cak Nur melihat dalam waktu perjalanan bangsa sudah beberapa kali Pancasila menjadi faktor pemersatu," tandas Suratno.

KEYWORD :

Jusuf Kalla Universitas Paramadina Didik J. Rachbini Adil




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :