Jum'at, 26/04/2024 05:53 WIB

Ancaman Mogok Karyawan Pertamina, Anggota DPR: Tuntutannya Tak Logis

Tidak jelas poin perjanjian yang dianggap merugikan pekerja

Deddy Sitorus, Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VI DPR, Deddy Yevri Sitorus, menyatakan pihaknya mempertanyakan sikap dan ancaman Serikat Pekerja Pertamina yang dinilainya lebih berbobot politis dari pada perjuangan normatif buruh.

Menurut Deddy, dalam surat ancaman mogok tersebut, tidak secara gamblang menyebutkan hal-hal apa yang menjadi masalah antara Serikat Pekerja dengan Pertamina.

Misalnya, tak jelas poin apa dalam perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dianggap merugikan pekerja, sehingga mengeluarkan ancaman mogok kerja itu.

“Dan regulasi juga mengatur jika PKB yang baru tidak disetujui maka yang lama tetap dipakai hingga ada kesepakatan baru. Jadi tidak ada alasan untuk mogok secara besar-besaran,” kata Deddy.

Dan Setahu saya, apa yang diterima oleh karyawan Pertamina jauh lebih baik dibanding perusahaan manapun, termasuk pekerja di BUMN lainnya,” ungkap Deddy.

Karena itu, Deddy mengatakan pihaknya merasa ancaman mogok itu adalah manuver politik belaka. Sebab terkesan Serikat Pekerja ingin menyandera jajaran Direksi Pertamina disaat memasuki libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru).

“Kesan saya, mereka ingin Pertamina lumpuh sehingga gagal mengamankan pasokan di masa liburan panjang ini,” kata Deddy.

Lebih jauh, dia menganalisa tujuan utama ancaman mogok adalah menuntut pergantian Direktur Utama. Hal itu menjadi satu dari 3 tuntutan. Dua lainnya adalah mengenai PKB dan Hubungan Industrial.

Oleh karena itulah Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini berharap agar elite Serikat Pekerja Pertamina menjelaskan masalah sebenarnya yang mereka tuntut sehingga mengeluarkan ancaman mogok kerja.

“Jika tidak, akan berkembang spekulasi yang merugikan Pertamina dan Serikat Pekerja itu sendiri. Sudah banyak isu berkembang di luar yang menyatakan bahwa kemelut kali ini adalah bagian dari upaya untuk menjatuhkan Dirut belaka. Sepertinya, elite Serikat Pekerja punya agenda lain dengan pihak-pihak yang ingin menduduki kursi Direktur Utama, katanya,” urainya.

Menurut Deddy, isu ini bisa saja benar jika melihat bahwa tuntutan utama FSPPB ini adalah penggantian Dirut. Seolah-olah hanya Dirut yang bertanggung jawab soal hubungan industrial atau Perjanjian Kerja Bersama. Jika tidak ada unsur politisnya, seharusnya Serikat Pekerja menuntut pergantian seluruh Jajaran Direksi dan Komisaris Pertamina. Sebab, lanjut Deddy, tidak mungkin soal seperti itu diputuskan sendirian oleh Direktur Utama.

“Menuntut pergantian Dirut bukanlah hal yang lazim dalam perjuangan normatif pekerja. Jadi ketika poin-poin hubungan industrialnya tidak jelas, wajar saja kalau diluar isu soal kongkalikong elit Pekerja Pertamina mau menjatuhkan Dirut ini muncul,” ujar Deddy.

Lebih jauh, Deddy mengingatkan seluruh karyawan Pertamina mengenai tugas perusahaan begara itu dan pentingnya mereka bagi bangsa sebagai objek vital nasional. Oleh karena itu, Deddy meminta negara dan Direksi mengambil tindakan tegas sesuai regulasi jika elite Serikat Pekerja tetap memaksakan mogok besar-besaran di saat memasuki libur Nataru ini.

“Saya berharap para karyawan kembali pada nurani masing-masing dan melihat apakah benar ada kegentingan yang memaksa hingga harus melakukan mogok massal saat ini.,” tegasnya.

“Serikat Pekerja akan berhadapan dengan rakyat banyak jika sampai pelayanan Pertamina terhenti saat sangat dibutuhkan, hanya karena ulah dan ambisi elitnya yang tidak jelas,” pungkas Dedy Sitorus. 

KEYWORD :

Pertamina serikat pekerja Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :