Rabu, 08/05/2024 23:28 WIB

Menyelami Makna Ibadah Haji dalam Merangkul Perbedaan

Lewat ibadah haji, seseorang tidak hanya semakin memahami hakikat ibadah atau ritual dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi seharusnya bisa semakin bersikap terbuka terhadap segala jenis perbedaan, inklusif, dan rendah hati.

Ibadah haji di masa pandemi Covid-19 (Foto: AFP)

Jakarta, Jurnas.com - Ibadah haji, sebagai tradisi ziarah terbesar di dunia, mengandung makna spiritualitas yang kaya dan mendalam. Lewat ibadah haji, seseorang tidak hanya semakin memahami hakikat ibadah atau ritual dalam kehidupannya sehari-hari, tetapi seharusnya bisa semakin bersikap terbuka terhadap segala jenis perbedaan, inklusif, dan rendah hati.

Hal tersebut disampaikan oleh Guru Besar Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Amin Abdullah, dalam webinar internasional bertajuk `The Road to Mecca` (Perjalanan ke Mekah) yang diadakan oleh Institut Leimena dan galeri seni kontemporer di Los Angeles, Amerika Serikat (AS), Bridge Projects.

"Hikmah spiritualitas dari perjalanan ibadah haji adalah transformation of life, mengubah cara pandang terhadap dunia, lebih terbuka, merangkul, dan ramah terhadap segala jenis perbedaan," kata Amin pada Jumat (17/12).

Amin membahas praktik, makna, dan tujuan ibadah haji berdasarkan pengalaman pribadinya, serta analisis keagamaan dan antropologi. Mantan rektor UIN Sunan Kalijaga itu telah melakukan lima kali ibadah haji, empat diantaranya saat masih menjadi mahasiswa, lalu perjalanan ke-5 atas undangan pemerintah Arab Saudi.

Dia menjelaskan ibadah haji di Arab Saudi adalah rukun Islam kelima yang penting, tapi tidak wajib kecuali bagi mereka yang mampu dalam arti sehat, mempunyai biaya, dan tersedia tempat di Mekah.

"Menunaikan ibadah haji adalah cita-cita umat Islam di seluruh dunia. Mereka rela antre sampai 30 tahun, menabung bartahun-tahun untuk biaya ke tanah suci. Hal itu didorong fondasi teks Al-Quran dan contoh Nabi Muhammad saat menjalankan haji wada," ujar Amin.

Karena itu, lanjut Amin, tidak berlebihan jika ibadah haji menjadi ritual keagamaan paling fenomenal dalam dunia modern. Meskipun penganut agama lain memiliki ritual ziarah senada, jumlah umat yang berkumpul di satu tempat tidak sebanyak dalam ibadah haji.

Amin mengibaratkan ibadah haji sebagai perjalanan menyongsong kematian. Dia menjadi saksi sejarah tragedi tahun 1990 di terowongan Mina, di mana 1.426 jemaah haji meninggal dunia akibat tabrakan arus jemaah yang berjalan kaki dari dan ke tempat pelontaran jumrah di Mina.

"Saya hampir terkena musibah tersebut. Alhamdulillah, dapat terhindar dari musibah setelah menerobos turun keluar dari jembatan menghindari berdesakannya lautan manusia," ujarnya.

Ibadah haji pada dasarnya bagian dari tradisi perjalanan spiritual yang universal. Amin mengingat perjalanannya ke kompleks peribadatan dan pendidikan agama Budha di daerah perbukitan di luar kota Chiang Mai, Thailand, atau saat mengunjungi makam Santo Paulus di Roma, Italia.

Di dua tempat itu, Amin mengaku bisa merasakan suasana khusyuk dan khidmat dari para peziarah lain seperti yang dia rasakan saat mengunjungi makam Nabi Muhammad SWT di Madinah atau tempat ziarah lain di Mekah.

"Rasa khusyuk dan khidmat saya rasakan tanpa sama sekali mengubah akidah dan keyakinan saya sebagai seorang Muslim yang taat," kata Amin.

Menurutnya, pemaknaan yang tepat akan ritual ibadah haji seharusnya membawa seseorang kepada toleransi beragama. Semua tradisi ziarah pada dasarnya berimplikasi kepada pembangunan kemanusiaan yaitu solidaritas dan saling menolong sebagai sesama makhluk Tuhan.

"Apa yang diharapkan dari ibadah haji? Harapan utama adalah haji mabrur, haji yang dapat membawa perubahan yang baik dalam kehidupan," terang Amin.

Sementara itu, Chair Bridge Projects, Roberta Green Ahmanson, menjelaskan bahwa pameran bersama `We Are All Guest Here` adalah bagian dari program pertunjukan festival Yahudi, Sukkot, atau Hari Raya Pondok Daun, yang dimulai pada hari ke-15 bulan ke-7 dalam kalender Ibrani.

Festival itu diperingati umat Yahudi sebagai masa pengembaraan di Gurun Sinai ketika Musa memimpin mereka ke luar dari Mesir menuju Kanaan.

"Jadi karena Sukkot berakar pada ziarah suatu umat, kami merencanakan program yang membicarakan pentingnya ziarah dalam agama-agama lain, termasuk pembicaraan tentang ziarah Budha, Hindu, dan Kristen. Misalnya, mereka pergi ke Santiago de Compostela (Spanyol), Roma, dan Yerusalem, serta tentu saja ibadah haji sebagai ziarah luar biasa yang sangat penting untuk umat Islam," ujar Ahmanson.

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan Institut Leimena menyambut baik kerja sama dengan Bridge Projects yang secara inovatif memperkenalkan topik penting ziarah dalam konteks kesenian, spiritualitas, dan tradisi berbagai agama.

"Ini juga sejalan dengan program Literasi Keagamaan Lintas Budaya yang tengah kami lakukan bersama berbagai kalangan untuk meningkatkan saling pemahaman dan menghormati antar umat beragama yang berbeda," kata Matius.

KEYWORD :

Ibadah Haji Amin Abdullah Toleransi Merangkul Perbedaan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :