Jum'at, 19/04/2024 23:23 WIB

Ketua Panja: Masalah RUU TPKS Hanya Tinggal Political Will

Sebenarnya secara materi muatan (RUU TPKS) hampir tidak ada yang diperdebatkan lagi. Hampir semua fraksi sudah sepakat.

Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya. (Foto: Dok. Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), Willy Aditya menilai, masalah dalam pembahasan RUU TPKS sebenarnya hampir sudah tidak ada. Apalagi semua fraksi sudah menyepakati 6 point krusial yang sempat menjadi masalah.

"Sebenarnya secara materi muatan (RUU TPKS) hampir tidak ada yang diperdebatkan lagi. Hampir semua fraksi sudah sepakat," kata Willy dalam diskusi "Stop Kekerasan Seksual di Sekitar Kita" yang berlangsung di Gedung Kura-Kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (26/11).

Menurut Willy, titik berat belum lolosnya RUU TPKS dalam pleno Baleg DPR tinggal masalah political will (keputusan politik) dari fraksi-fraksi di DPR. Pasalnya, dari 9 Fraksi di DPR, ada 4 Fraksi yang sudah sepakat dengan semua isi draft RUU TPKS. Sementara 5 Fraksi masih belum sepakat atas isi draft tersebut.

"Sampai sekarang masih ada Fraksi yang minta perubahan judul. Kita yang setuju dengan Tindak Pidana Seksual, judul satu lagi tindak pidana susila," ungkap Willy.

Willy mengungkapkan, jika perubahan judul menjadi tindak pidana susila dilakukan maka dasar perjuangan  yang dilakukan oleh Baleg akan terlalu meluas dan tidak fokus. Apalagi dalam tindak pidana susila, juga menitikberatkan pada kebebasan dan penyimpangan seks.

"Kita kan fokus dalam tindak pidana seksualitas, kalau diubah maka makin meluas lagi dan UU ini jadi tidak kompatibel lagi," ungkap Politikus NasDem ini.

Khusus untuk rancangan UU ini, lanjut Willy, DPR hanya mau fokus tentang kekerasan, karena sejatinya kekerasan hanya step domain. "Tidak boleh dalam sebuah negara hukum, kekerasan itu dimiliki, dikuasai dan dipegang oleh kelompok diluar negara itulah domain state," jelas Willy.

"Jadi seksualitas tidak kita atur sebenarnya, kenapa, seksualitas itu adalah ekpresi yang paling optimal dari hak Private. Jadi memisahkan mana yang namanya Res Publika dengan Res Private. Dan yang mau kita atur adalah Res Publikanya atau ruang publiknya," jelas Willy.

Sementara itu, Ketua Kaukus Perempuan DPR Diah Pitaloka menuturkan, RUU TPKS ini merupakan agenda substansi dari emansipasi dan demokrasi yang tidak boleh surut diperjuangkan oleh DPR.

Apalagi, dengan masih kuatnya kultur patriaki yang ada dalam tatanan masyarakat Indonesia dan kalangan DPR RI yang notabennya tak sesuai dengan bentuk emansipasi dan demokrasi dalam bernegara.

"Nah ini jadi misi kita untuk mengubah itu semua. Dan dengan RUU TPKS ini pakem itu bisa kita ubah," jelas Diah.

KEYWORD :

Warta DPR Willy Aditya RUU TPKS NasDem Kekerasan Seksual




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :