Kamis, 25/04/2024 08:20 WIB

KPK Sita Bangunan Milik Bupati dan Mobil Ketua DPRD Hulu Sungai Utara

Bangunan dan mobil yang disita bakal digunakan untuk penguatan bukti dalam kasus ini.

KPK menyita bangunan milik Bupati HSU, Abdul Wahid yang digunakan untuk Klinik Kesehatan

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sebuah bangunan milik Bupati nonaktif Huku Sungai Utara, Abdul Wahid. Bangunan itu diduga terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Abdul.

Penyitaan itu dilakukan tim penyidik KPK pada Rabu (24/11) kemarin. Di mana, bangunan yang itu penyidik itu digunakan untuk Klinik Kesehatan.

"Tim Penyidik KPK telah melakukan penyitaan berupa bangunan dan tanah yang diduga milik Tsk AW (Abdul Wahid) yaitu satu objek tanah dan bangunan yang berlokasi di Kelurahan Paliwara, Kecamatan Amuntai Tengah," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya Kamis (25/11).

Tak hanya itu, penyidik KPK juga telah menyita satu unit mobil milik Ketua DPRD Hulu Sungai Utara, Almien Ashar Safari. Bangunan dan mobil yang disita bakal digunakan untuk penguatan bukti dalam kasus ini.

"Barang bukti dimaksud selanjutnya akan dikonfirmasi kembali kepada saksi-saksi yang terkait dengan perkara ini," ujar Ali.

Diketahui, KPK telah menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa.

Penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU pada Dinas PUPR Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.

Abdul Wahid diduga menerima uang suap terkait jual beli jabatan Plt Kepala Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara dari Maliki pada Desember 2018 lalu.

Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek di Kabupaten HSU. Di mana, Abdul Wahid menyetujui plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP.

Namun, ia memberikan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10% untuk dirinya dan 5% untuk Maliki. Fee gang diterima Abdul berasal dari Marhaini dan Fachriadi senilai sekitar Rp500 juta.

Selain itu, Abdul Wahid juga diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya. Fee itu diduga diterima melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Di mana, Abdul Wahid diduga meberima sebesar Rp 4,6 miliar untuk tahun 2019, sebesar Rp 12 miliar pada 2020 dan sebesar Rp 1,8 miliar pada 2021. Sehingga total uang yang diterima Abdul Wahid sekitar Rp18,9 miliar.

Atas dugaan tindak pidana tersebut, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.

KEYWORD :

Abdul Wahid KPK Menyita Ketua DPRD Hulu Sungai Utara




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :