Jum'at, 19/04/2024 16:28 WIB

Survei Membuktikan, Rokok Ilegal Bikin Negara Merugi Rp53 Triliun

Sementara, untuk estimasi prediksi dampak peredaran rokok ilegal terhadap penerimaan negara, hasil survei menunjukkan angka berikut. Yakni estimasi prediksi rentang peredaran rokok ilegal sebesar 127,53 miliar batang atau 26,38 persen. Sedangkan estimasi prediksi pendapatan negara yang hilang akibat peredaran rokok ilegal mencapai Rp 53,18 triliun.

Ilustrasi rokok ilegal. (Foto: Dok. Republika)

Jakarta, Jurnas.com - Lembaga survei Indodata memaparkan hasil survei tentang peredaran rokok ilegal di Indonesia. Survei ini berfokus pada korelasi antara kenaikan cukai rokok terhadap peredaran rokok ilegal di Indonesia per 13 Juli 2020 hingga 13 Agustus 2020. 

Menurut Direktur Eksekutif Indodata Danis Tri Saputra Wahidin, survei dilakukan di 13 provinsi di Indonesia dengan jumlah responden sebanyak 2.500 responden. 

"Dalam persentase perhitungan peredaran rokok ilegal di Indonesia, Indodata menemukan sebesar 28,12 persen responden mengonsumsi rokok ilegal dan jumlah rokok ilegal yang dikonsumsi sebesar 7.701 batang per hari," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (25/10).

Hal yang sama diutarakan dalam pemaparan hasil survei di salah satu hotel Jakarta, kemarin.

Danis menjelaskan, berdasarkan jumlah konsumsi rokok ilegal per hari dari total konsumsi rokok, maka persentase yang dihasilkan sebanyak 26,30 persen atau sebesar 29.284 batang.  

Sementara, untuk estimasi prediksi dampak peredaran rokok ilegal terhadap penerimaan negara, hasil survei menunjukkan angka berikut. Yakni estimasi prediksi rentang peredaran rokok ilegal sebesar 127,53 miliar batang atau 26,38 persen. Sedangkan estimasi prediksi pendapatan negara yang hilang akibat peredaran rokok ilegal mencapai Rp 53,18 triliun.

Danis mengungkapkan mengapa masyarakat mengonsumsi rokok ilegal. Menurutnya, hal ini karena dampak dari kenaikan harga dan cukai rokok. 

"Kenaikan harga rokok tak mempengaruhi keinginan perokok untuk merokok," katanya.

Danis melanjutkan, masyarakat perokok berpindah dari perokok legal menjadi perokok ilegal (yang lebih murah). Karena itu, terkait kebijakan pemerintah soal kenaikan harga dan cukai rokok, Danis memberikan sejumlah rekomendasi. 

Pertama, melakukan kajian mendalam terkait dampak dari peningkatan tarif cukai. Di antaranya, terhadap aspek ekonomi dan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi rokok.

Kedua, melibatkan stakeholder yang luas dalam merumuskan kebijakan tarif cukai dan HJE agar dapat memperoleh perspektif seluas mungkin sebagai dasar pengambilan keputusan. Ketiga, Efektivitas kebijakan atas tarif cukai dan HJE perlu didukung oleh pengawasan dan penegakan hukum atas peredaran rokok ilegal sebagai salah satu upaya dalam mendukung optimalisasi pendapatan negara.

Wakil Ketua Baleg DPR Firman Subagyo mengatakan,  hasil survei ini bisa menjadi masukan bagi pemerintah untuk mempertimbangkan penerapan tarif cukai khususnya rokok.

Sedangkan Pakar Kebijakan Universitas Padjajaran Mudiyati Rachmatunnisa mengatakan, dampak rokok ilegal adalah mengurangi pendapatan pemerintah. Kemudian,  mengurangi efektivitas upaya pengendalian rokok, yakni target perbaikan kesehatan serta mengurangi jumlah perokok.

Selanjutnya, mengurangi pendapatan dari produsen, pemasok, dan distributor sah/resmi. Terakhir, melemahkan investasi. Karena itu, dia menyarankan pemerintah perlu hati-hati dalam mengambil keputusan kenaikan cukai rokok. 

"Perlu penelitian mendalam, semua stakeholder perlu diajak berbicara," tandasnya.

KEYWORD :

Survei Indodata Rokok Ilegal Cukai Firman Soebagyo Danis Tri Saputra Wahidin




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :