Jum'at, 19/04/2024 17:01 WIB

Konsolidasi Pemerintah dan Parlemen Kuwait Digelar Pekan Ini

Dipukul keras oleh turunnya harga minyak dan pandemi Covid-19 tahun lalu, Kuwait menghadapi risiko likuiditas akibat parlemen terpilih belum mengizinkan pinjaman pemerintah.

Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Ahmad Nasser Al-Sabah di Kuwait City pada tanggal 18 Agustus 2020 [YASSER AL-ZAYYAT / AFP / Getty Images]

Kuwait, Jurnas.com - Pemerintah Kuwait dan anggota parlemen oposisi akan memulai dialog minggu ini, dalam rangka mengakhiri kebuntuan yang menghambat upaya meningkatkan keuangan negara, dan memberlakukan reformasi ekonomi dan fiskal.

Dipukul keras oleh turunnya harga minyak dan pandemi Covid-19 tahun lalu, Kuwait menghadapi risiko likuiditas akibat parlemen terpilih belum mengizinkan pinjaman pemerintah.

Anggota parlemen oposisi mengatakan prioritas mereka dalam pembicaraan ialah RUU amnesti untuk mengampuni pembangkang, termasuk mantan anggota parlemen yang menyerbu parlemen pada 2011, dan sekarang mengasingkan diri di luar negeri.

"Kami meminta mereka berkomitmen pada dua masalah paling penting, yaitu mengeluarkan amnesti dan mencabut permintaan perdana menteri untuk kekebalan sebelum akhir dialog dan dimulainya kembali sesi (parlemen)," anggota parlemen Mohammed Barrak Al-Mutair, usai munculnya perintah berdialog dari Emir Sheikh Nawaf al-Ahmed al-Sabah dikutip dari Reuters pada Senin (4/10).

Beberapa anggota parlemen mempertanyakan konstitusionalitas mosi yang disahkan pada Maret lalu, yang menunda pemeriksaan perdana menteri Sheikh Sabah al-Khalid al-Sabah hingga akhir 2022.

Kuwait, yang melarang partai politik, adalah satu-satunya monarki Teluk yang memberikan kekuasaan substansial kepada parlemen terpilih, yang dapat memblokir undang-undang dan menanyai menteri dari pemerintah yang ditunjuk, meskipun emir memiliki keputusan akhir atas masalah negara.

Perselisihan dan kebuntuan yang sering terjadi antara kabinet dan majelis selama beberapa dekade, menyebabkan perombakan pemerintah berturut-turut dan pembubaran parlemen, menghambat investasi dan reformasi ekonomi di negara itu, yang mengalami defisit anggaran mencapai rekor $35,5 miliar pada tahun fiskal 2020/21.

"Setiap pembubaran Majelis Nasional akan menyebabkan krisis serupa dengan parlemen baru karena suasana umum yang populer," kata analis politik Kuwait Muhammed Al-Dosari, merujuk pada kemungkinan oposisi kuat yang muncul dalam jajak pendapat baru.

Isu lain yang bisa diangkat, kata Dosari, adalah undang-undang pemilu dan undang-undang tentang kebebasan berekspresi di negara Teluk, di mana mengkritik emir adalah kejahatan.

KEYWORD :

Kuwait Parlemen Timur Tengah Dialog Konsolidasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :