Selasa, 25/08/2020 09:14 WIB
Sydney, Jurnas.com - Salah satu pemimpin agama paling senior di Australia mengancam akan memboikot vaksin Covid-19, yang saat ini sedang dikembangkan oleh Universitas Oxford, Inggris.
Uskup Agung Anglikan Sydney Glenn Davies beralasan, penggunaan sel janin aborsi elektif dalam pengembangan vaksin tersebut merupakan tindakan yang tercela.
"Menggunakan jaringan itu untuk sains adalah (tindakan) tercela," kata Uskup Davies kepada ABC pada Selasa (25/8).
Davies mengatakan dia mungkin akan menunggu vaksin kedua jika vaksi pertama hanya datang dari Oxford.
Tokoh Agama NTT Dukung Ganjar, Optimalkan Pendidikan untuk Tekan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Gus Halim: Tokoh Agama dan Santri Harus Terlibat dalam Pembangunan Desa
PBB Desak Negara Kaya Cabut Hak Paten Vaksin COVID-19
"Tapi itu akan menjadi keputusan pribadi saya, dan bukan keputusan yang akan mengikat kesadaran siapa pun," tegas dia.
Pandangan senada juga dianut oleh para pemimpin Katolik dan Ortodoks Yunani, yang telah menulis surat kepada Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, untuk menyuarakan keprihatinan mereka.
Sebaliknya, Uskup Agung Katolik Sydney Anthony Fisher menjauhkan diri dari saran untuk memboikot vaksin potensial tersebut.
"Saya tidak, dan saya juga tidak akan meminta umat Katolik untuk memboikot vaksin jika tersedia," jelas Fisher.
"Saya, sebagai contoh, tidak berpikir tidak etis menggunakan vaksin ini jika tidak ada alternatif yang tersedia," lanjut dia.
Semetara seorang juru bicara perdana menteri Inggris menghormati pandangan komunitas agama Australia, dan memahami masalah yang diangkat.
"Pemerintah berinvestasi dalam penelitian dan teknologi yang kami harap akan menghasilkan serangkaian vaksin, yang akan cocok untuk sebanyak mungkin warga Australia," kata juru bicara itu kepada AAP.
"Banyak vaksin yang sedang dikembangkan tidak mengandung garis sel ini, termasuk kandidat vaksin UQ yang sudah didukung pemerintah dengan $5 juta," lanjut dia.
"Pemerintah akan selalu mengikuti saran medis dan akan mendorong penggunaan vaksin atau vaksin sebanyak mungkin," papar juru bicara tersebut.
Diketahui, sel-sel yang berasal dari aborsi elektif telah digunakan sejak 1960-an untuk membuat vaksin melawan rubella, cacar air, hepatitis A, dan herpes zoster.
Sel tersebut juga telah digunakan untuk melawan penyakit termasuk hemofilia, rheumatoid arthritis, dan cystic fibrosis.
Wakil Kepala Medis Australia Nick Coatsworth menyadari kekhawatiran gereja, tetapi mengatakan ada peraturan etika yang kuat seputar penggunaan sel manusia.
"Realitas vaksin adalah bahwa mereka membutuhkan kultur sel agar kami dapat menumbuhkannya," terang Nick kepada awak media.
"Sel manusia benar-benar bagian penting dari perkembangannya," tutur dia.