Trump Revisi Pernyataan Bolehkan Polisi Gunakan Chokehold Saat Menindak Pelaku Kejahatan

Rabu, 17/06/2020 07:19 WIB

Washington, Jurnas.com - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump merevisi penyataannya yang membolehkan penggunaan teknik penguncian leher (chokehold) oleh polisi.

Pada Jumat (12/6), Trump menggambarkan penggunaan chokehold oleh polisi sebagai sangat tidak bersalah, begitu sempurna. Ia bersikeras bahwa polisi perlu menggunakan teknik brutal dalam perkelahian berbahaya.

"Jika seorang perwira polisi dalam perkelahian yang buruk dan dia punya seseorang. Konsep chokeholds terdengar sangat polos, begitu sempurna," katanya dalam sebuah wawancara dengan Fox News.

Pada Selasa (16/6), Trump merevisi pernyataan sebelumnya. Ia mengatakan, teknik chokehold polisi yang kontroversial akan dilarang kecuali ketika kehidupan seorang petugas dalam bahaya.

"Sebagai bagian dari proses kredensial baru ini, choke holding akan dilarang kecuali jika nyawa seorang perwira berada dalam risiko," kata Trump di Rose Garden sebelum menandatangani sebuah perintah eksekutif tentang reformasi penegakan hukum

"Selain itu, kami sedang mencari senjata baru yang canggih dan kuat, tidak mematikan untuk membantu mencegah interaksi yang mematikan," tambahnya.

Komentar Trump muncul ketika pemerintah menyiapkan reformasi polisi menyusul kematian bulan lalu dari seorang pria kulit hitam yang tidak bersenjata dan diborgol dalam tahanan polisi.

Reformasi polisi setelah kematian George Floyd menjadi masalah utama bagi anggota parlemen Amerika. Floyd meninggal setelah seorang petugas polisi menekan lehernya menggunakan lutut selama hampir sembilan menit.

Kematian Floyd memicu gelombang protes di seluruh AS terhadap diskriminasi rasial dan kebrutalan polisi. (Press TV)

TERKINI
Rusia Gunakan Hampir 70 Bom Udara, Ukraina Hanya Bisa Mengusir dengan Jatuhkan 13 Drone Dikepung Drone dan Polisi, Pemerintah AS Bungkam Aksi Mahasiswa Pro-Palestina Tersangka Gembong Kejahatan Dunia Maya asal Rusia Hadapi Persidangan di California Protes Mahasiswa anti-Perang di AS dan Penggerebekan Polisi Kacaukan Rencana Kelulusan