Selasa, 09/06/2020 16:20 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Ikatan Guru Indonesia (IGI) melontarkan kritik keras terhadap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), dengan menyebut institusi yang digawangi oleh Nadiem Anwar Makarim itu kementerian terserah.
Pasalnya, selama tiga bulan kebijakan Belajar dari Rumah berjalan akibat pandemi virus corona baru (Covid-19), Kemdikbud tidak mengeluarkan langkah konkrit terkait persiapan menghadapi kenormalan baru (new normal).
"Selama tiga bulan kemendikbud seolah-olah menjalankan sistem "kementerian terserah" terutama dalam menjalankan proses pembelajaran dari rumah," tegas Ketum IGI M. Ramli Rahim dalam keterangannya pada Senin (8/6).
Apabila Kemdikbud memaksakan dimulainya kembali pembelajaran tatap muka, lanjut Ramli, pihaknya mendorong dilakukannya blended learning antara belajar daring (online) dan luring (offline).
Siswa SMKN 2 Kasihan Unjuk Gigi Lewat Konser Teaterikal
Kemdikbudristek: Kecerdasan Buatan Dorong Pemajuan Perguruan Tinggi
31 Perusahaan China Jalin Kemitraan dengan 77 Kampus Vokasi
Kata Ramli, siswa cukup dua minggu sekali ke sekolah, dan cukup empat jam di sekolah dengan sistem guru piket.
"Sehingga siswa cukup bertemu guru mata pelajarannya 10-15 menit dalam bentuk konsultasi kesulitan yang dialami selama seminggu menjalani pembelajaran dalam jaringan," jelas Ramli.
Adapun seluruh materi pelajaran seharusnya sudah bisa diakses anak didik melalui aplikasi yang dibuat sendiri oleh guru, sebelum pembelajaran daring.
Dengan demikian, ketika melakukan pembelajaran Daring guru lebih mudah menyampaikan materinya, dan cukup 20 menit untuk satu jam pelajaran yang selama ini 35 menit untuk SD, 40 menit untuk SMP dan 45 menit untuk SMA.
"Dengan menggabungkan daring dan luring ditambah penyiapan materi lebih awal sebagai bekal daring, maka diyakini bahwa pembelajaran akan jauh lebih efektif bahkan dibanding era normal," papar dia.
"Dan sesungguhnya pedoman penyelenggaran pembelajaran jauh seperti inilah yang diminta oleh IGI agar diterbitkan oleh Kemdikbud agar menjadi acuan PJJ yang berkualitas dan menyenangkan, bukan dengan cara `terserah gurunya`," sambung Ramli.
Ramli menambahkan, guru saat ini tidak boleh berharap pada pemerintah, baik Kemdikbud maupun dinas pendidikan setempat dalam meningkatkan kompetensinya. Jika tidak, maka guru selamanya akan tertinggal dan terbelakang.