Pejabat India: Muslim Harusnya Dikasih Makan Peluru, Bukan Nasi Biryani

Kamis, 06/02/2020 22:05 WIB

New Delhi, Jurnas.com - Seorang menteri provinsi India yang berafiliasi dengan pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi memprovokasi sentimen anti-Muslim di negaranya.

Ketua Menteri Uttar Pradesh, Yogi Adityanath, baru-baru ini mengatakan kepada para pendukung Hindutva yang berpakaian oranye, kaum Muslim yang memprotes undang-undang kewarganegaraan baru di negara itu adalah teroris yang harus diberi makan dengan peluru, bukan Nasi Biryani.

Ia juga menggambarkan ribuan wanita yang melakukan unjuk rasa selama berminggu-minggu di pinggiran kota Shaheen Bagh di Delhi untuk protes hukum kewarganegaraan tersebut sebagai "teroris."

Undang-undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA) adalah aturan yang didukung nasionalis Hindu sayap kanan, Bharatiya Janata Party (BJP), disahkan pada Desember tahun lalu. UU tersebut memicu gelombang protes besar-besaran dan menelan korban sebanyak 30 orang hingga saat ini.

UU kontroversial memungkinkan pemberian kewarganegaraan kepada jutaan migran, kecuali Muslim  yang secara legal atau ilegal datang ke India dari Pakistan, Bangladesh, atau Afghanistan sebelum Desember 2014.

"Protes yang terjadi di berbagai tempat di Delhi bukan karena Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan. Mereka terjadi karena orang-orang ini ingin mencegah India menjadi kekuatan global," kata Adityanath.

Menjelang pemilihan umum Negara Bagian Delhi, para calon BJP melakukan kampanye anti-Muslim mereka yang paling berani. Mereka mati-matian berusaha mengalahkan Partai Aam Aadmi yang berkuasa dan sudah mendapatkan 67 dari 70 kursi parlemen sejak pemilihan terakhir lima tahun lalu.

BJP sudah memerintah India di tingkat nasional sejak 2015, tetapi telah menderita kerugian di Negara Bagian Delhi.

Para pemimpin oposisi, organisasi Muslim, dan kelompok mahasiswa mengajukan petisi ke Mahkamah Agung India untuk menunda penerapan hukum anti-Muslim. Mereka bersikeras bahwa UU diskriminatif itu jelas melanggar konstitusi sekuler India.

Pengadilan tinggi pada 22 Januari, menolak untuk menunda implementasi undang-undang tersebut, mengatakan bahwa sebuah bangku konstitusi yang terdiri dari lima hakim harus mendengarkan petisi dan memutuskan masalah tersebut.

Pengadilan tinggi memberikan waktu kepada pemerintah Modi selam empat minggu untuk membalas 144 petisi yang menantang validitas konstitusional CAA. (PressTV)

TERKINI
Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025 Ryan Gosling Bikin Aksi Kejutan ala Stuntman The Fall Guy di Universal Studios Dwayne Johnson Senang Jadi Maui Lagi di Moana 2