Menteri Nadiem Ingin Pendidikan Ciptakan Suasana Bahagia

Sabtu, 14/12/2019 17:45 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Salah satu gebrakan yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang terangkum dalam "Merdeka Belajar" yaitu adalah mengganti Ujian Nasional (UN) dengan sistem penilaian yang baru, yakni asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud Ade Erlangga Masdiana mengatakan, rencana mengganti sistem UN telah melalui kajian yang mendalam dengan melibatkan semua stakeholder (pemangku kepentingan).

"Ini sudah dikaji dengan matang dan memang ini kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pak menteri. Tapi belum tiga bulan pak menteri sudah keluarkan," kata Ade dalam diskusi bertajuk `Merdeka Belajar, Merdeka UN!` di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (14/12/2019).

"Jadi prosesnya tentu mendapat masukan dari mana-mana, termasuk dari PGRI, masukan dari asosiasi guru yang lain, LSM, masukan dari lembaga pendidikan, para pemangku kepentingan, dari para Dirjen, dan banyak lagi,".

Menurut Ade, tujuan mengganti UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter adalah untuk menciptakan suasana belajar mengajar lebih happy buat siswa, guru dan orang tua.

"Jadi ini yang menjadi sangat penting, sangat konsen, karena Pak Nadiem, kita dari Kemendikbud ingin menciptakan suasana belajar di sekolah itu adalah suasana yang happy, makanya tagnya adalah Merdeka Belajar," ucap Ade.

"Merdeka Belajar itu bahwa pendidikan itu harus menciptakan sebuah suasana yang membahagiakan. Bahagia buat siapa? Bahagia buat guru, peserta didik, orang tua dan bahagia buat semua-semuanya," ujarnya.

Ade menambahkan, rencana mengganti UN dengan sistem yang baru juga tak lepas dari banyaknya pihak yang memprotes sistem belajar mengajar yang diterapkan saat ini, karena siswa dipaksa untuk mencapai skor tertentu dalam UN.

"Banyak sekali orang yang komplain terhadap suasana pendidikan yang ada sekarang. Misalnya, sekarang anak dipaksa untuk mencapai skor-skor tertentu (membuat siswa stres)," papar Ade.

"Lalu orang tua stres juga, melihat anaknya stres orang tua juga stres, guru juga ditekan juga supaya anak itu bisa punya skor yang bagus. Bahkan di masa yang lalu UN itu dijadikan sebagai standar kelulusan. Kritik kan banyak dari mana-mana, lalu kemudian diputuskan UN tidak menjadi standar kelulusan," pungkasnya.

TERKINI
Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025 Ryan Gosling Bikin Aksi Kejutan ala Stuntman The Fall Guy di Universal Studios Dwayne Johnson Senang Jadi Maui Lagi di Moana 2